Lincak

Masa-Masa Sulit Pakubuwono II Setelah 10 Ribu Orang Cina Meninggal di Batavia akibat Tindakan Kompeni

Pemberontakan orang Cina di Batavia pada 1740 membuat 10 ribu orang Cina meninggal. Pakubuwono II menghadapi masa-masa sulit setelah orang Cina di pesisir hendak menyerbu Kompeni.

Pakubuwono II mengalami masa paling sulit selama masa pemerintahannya setelah terjadi pemberontakan orang Cina di Batavia pada 1740. Pejabat-pejabatnya terbagi dalam dua kubu: kubu Patih Notokusumo yang membenci Kompeni dan kunu penguasa pesisir yang dekat dengan Kompeni.

Pada 1740, penduduk Cina di Batavia mencapai 15 ribu jiwa. Setelah pemberontakan bisa digagalkan oleh Kompeni, 10 ribu orang Cina meninggal. Sisanya meninggalkan Batavia menuju pesisir utara Jawa Tengah.

Di pesisir utara ini, orang-orang Cina sudah melakukan perlawanan terhadap Kompeni begitu mereka mendengar tindakan Kompeni membasmi orang-orang Cina di Batavia. Pada Mei 1741, mereka merebut loji Kompeni di Juwana.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Promosi Starbucks, Bagaimana Kedai Kopi Amerika Itu Melakukannya Sebelum Ada Boikot Kasus Israel?

Perlawanan orang-orang Cina menjadi aksi dendam atas pembakaran kampung Cina di Batavia dan meninggalnya orang-orang Cina. Patih Notokusumo dan Bupati Grobogan Tumenggung Martopuro terus membujuk Pakubuwono II agar mendukung orang-orang Cina melawan Kompeni.

Namun penguasa penguasa pesisir mencegah Pakubuwono II bertindak buru-buru, karena mereka percaya Kompeni yang akan menang. Pakubuwono II akhirnya memihak kepada Patih Notokusumo dan Tumenggung Martopuro, bupati yang diangkat oleh ayahnya, Amangkurat IV, pada Maret 1726.

“Dia mengirim pasukan dan artileri ke Semarang seolah-olah akan membantu VOC, namun sebenarnya prajurit-prajurit itu bergabung dengan orang-orang Cina yang sedang mengadakan pengepungan,” tulis MC Ricklefs.

Sebanyak 3.500 orang Cina mengepung loji Kompeni di Semarang. Mereka dibantu oleh pasukan Jawa berkekuatan 20 ribu orang, menggunakan 30 meriam.

Ricklefs menganggap keputusan Pakubuwono II ini salah. Ia seperti ingin mengggarisbawahi bahwa saran Cakraningkrat IV, adipati Madura untuk mendukung Kompeni adalah yang benar.

Pada saat itu Cakraningrat IV, yang merupakan mertua Pakubuwono II, menyarankan agar menunggu sampai Kompeni benar-benar terjepit. Lalu menawarkan bantuan kepada Kompeni, dengan tawaran Kompeni bersedia meninjau kembali kewajiban Kartosuro membayar utang dan membiayai garnisun.

“Ditinjau dengan pengetahuan kita sekarang, pendapat para penguasa daerah pesisir ini mungkin merupakan perhitungan yang tepat mengenai cara memperoleh peluang emas. Akan tetapi, seperti biasa, Pakubuwono II mengambil pilihan yang salah dan menetapkan untuk memutuskan hubungan dengan VOC,” tulis Ricklefs.

Oohya! Baca juga ya: Nenek Suri Berusaha agar Pakubuwono II Meniru Sultan Agung, Hasilnya Raja Muda Belia Itu Malah Tunduk pada Kompeni

Tapi, dengan kekuatan hanya 3.500 orang, orang Cina tak akan mungkin membuat Kompeni terjepit. Hanya dengan bantuan orang Jawalah, orang Cina bisa membuat Kompeni kalah.

Tak hanya menyerbu Kompni di Semarang, pasukan Kartosuro juga menyerbu garnisun Kompeni di Kartosuro. Penyerbuan itu dilakukan pada Mei 1741.

Kapten Johannes van Velsen dan beberapa serdadu mengalami luka-luka. Setidaknya ada 35 serdadu Kompeni meninggal dalam penyerbuan itu.

Mereka yang menjadi tahanan, ditawari: pilih Islam atau mati. Meteka yang memilih Islam akan dilindungi. Kapten Van Velsen yang tidak mau masuk Islam lantas dihukum mati. Benteng Kompenidi di Kartosuro pun dihancurkan.

“Pakubuwono II telah dengan tegas menyatakan dirinya sebagai musuh orang-orang Eropa, raja-mistik penakluk Perang Suci,” tulis Ricklefs.

Pakubuwono II telah mengikuti nasihat Nenek Suri untuk mengamalkan Kitab Usulbiah. “Usulbiah sendiri secara eksplisit disetarakan dengan Alquran. Ia disebut-sebut berisi firman Tuhan dan mampu menjamin kekebalan serta kejayaan dalam Perang Suci,” tulis Ricklefs.

Oohya! Baca juga ya: Putri Solo Menari untuk Pernikahan Putri Juliana di Belanda dengan Iringan Gamelan yang Dimainkan di Jawa, Ini di Akhir 1936 dan Awal 1937 Lho

Kompeni lalu berpaling ke Cakraningrat IV yang masih menyatakan setia kepada Kompeni. Cakraningkat IV sedang memiliki ambisi mengausai Jawa Timur dan tidak mau lagi menghadap sembah lagi ke Kartosuro.

Kompeni mendukungnya, sehingga membuat Pakubuwono II harusmeminta maaf kepada Kompeni. Apalagi, Path Notokusumo yang diutus untuk menemui Kompeni di Semarang malah ditangkap oleh Kompeni.

Kompeni lalu menyingkirkan Notokusumo ke pengasingan. "Dengan demikian, tokoh utama terakhir di istana yang dihubungkan dengan model raja Islam yang saleh telah disingkirkan," tulis Ricklefs.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 karya MC Ricklefs (2005)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]