Lincak

Tolak Ajakan Rujuk Amangkurat II, Kompeni Angkat Puger Jadi Pakubuwono I untuk Rebut Kartosuro dan Serbu Untung Suropati

DI dunia pewayangan Jawa, perwira Kompeni Kapten Tack digambarkan sebagai raksasa (kiri). Untung Suropati, buronan Kompeni yang dlindungi Amangkurat II digambarkan sebagai ksatria (kanan).

Saat Kartosuro memusuhi Kompeni, Kompeni mengambil hati Pangeran Puger untuk kemudian mengangkatnya sebagai Susuhunan Pakubuwono I. Kompeni sedang mengalami kesulitan, ketika perwira Kompeni yang menangkap Trunojoyo kemudian berbalik memusuhi Kompeni.

Pada 1702, Amangkurat II mengajukan ajakan rujuk kepada Kompeni. Kompeni tidak langsung percaya begitu saja, bahkan sampai Amangkurat II meninggal dunia pada 1703.

Awalnya, Amangkurat II harus berpikir ulang untuk memerangi Kompeni ketika kerajaannya juga terus-menerus menghadapi masalah. Untung Suropati yang ia selamatkan semakin kuat posisinya di pasuruan dan ujung timur Jawa.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Di Keraton para pangeran juga berkubu-kubu. Kubu Putra Mahkota yang menjalin hubungan dengan Suropati dan kubu Pangeran Puger yang menjalin hubungan dengan Kompeni.

Oohya! Baca juga ya: Pertunangan Putri Juliana Disambut Pawai 30 Ribu Orang di Jakarta, Hadiah Pernikahan Berupa Gelang Permata Bergambar Burung Garuda

Putra Mahkota naik tahta menjadi Amangkurat III. Pangeran Puger keluar dari istana dan bergabung dengan Kompeni di Semarang. Puger memberi tahu bahwa Amangkurat III bersekutu dengan Suropati yang telah membunuh perwira Kompeni Kapten Tack.

Puger pun meminta bantua Kompeni untuk dijadikan raja. Cakraningrat II dari Madura mendukung Puger.

“Pada Juni 1704, VOC mengakui Puger sebagai Susuhunan Pakubuwono I (1704-1709), dan meletuskan konflik yang terkenal sebagai Perang SUksesi Jawa I (1704-1708),” tulis sejarawan Australia MC Ricklefs.

Klaim Pakubuwono I yang menyatakan bupati-bupati pesisir merupakan pendudukungnya hanya omong kosong belaka. Mereka menghindari terlibat dalam konflik internal di Keraton Mataram.

Kompeni tentu tidak menghendaki hal ini sehingga dibuat harus mendukung Pakubuwono I. Pada Agustus 1705 kekuatan sekutu daerah pesisir mendukung Pakubuwono I merebut Kartosuro.

Oohya! Baca juga ya: Gubernur Terkejam di Indonesia Ini Dijuluki Sebagai Tuan Besar Guntur, Orang Sunda Sering Mengucap: Kawas Mas Kalak Wae

Amangkurat III melarikan diri dari Kartosuro untuk bergabung dengan Suropati di Pasuruan. Dengan bantuan kekuatan dari Madura dan Kompeni, pasukan Pakubuwono I menyerang Suropati.

Meski penyerbuan itu gagal, tetapi berhasil membunuh Suropati di Bangil. Baru pada 1707 Pasuruan direbut Kartosuro. Amangkurat III dan putra-putra Suropati berhasil menyelamatkan diri ke Malang.

Inilah kali pertama Kompeni mengirimkan pasukannya untuk membantu Kartosuro setelah menarik seluruh pasukannya dari setelah Kapten Tack dibunuh di Kartosuro pada 1686.

Sebelumnya, Kompeni mengerahkan pasukannya untuk memerangi Trunojoyo atas permintaan Amangkurat I dan II. Trunojoyo ditangkap pada 1679.

Pasukan Kompeni dan pasukan Pakubuwono I cukup besar. Mencapai 46 ribu prajurit. Pada pertempuran melawan Suropati ini, Kompeni memperkenalkan persenjataan yang digunakan di Eropa pada abad ke-17.

Ada senjata matchlock digantikan dengan senjata snaphaenen. Jika bubuk mesui matchlock diletuskan dengan sumbu, snaphaenen menggunakan cetusan batu api untuk meletuskan serbuk mesiunya.

Snaphaenen diucapkan oleh serdadu Kompeni bangsa Jawa sebagai senapan. Perang Suksesi Jawa I ini juga mengenalkan sarung peluru kertas, mortar kecil, granat, bayonet kepada orang Jawa.

Oohya! Baca juga ya: RUU DKJ, Nasib Reklamasi Teluk Jakarta Jika Gubernur Jakarta Ditunjuk oleh Presiden seperti di Zaman Orde Baru

Pada 1708 Amangkurat III berunding dengan Kompeni. Ia diberi wewenang memerintah sebagian wilayah Jawa, berbagi kekuasaan dengan pakubuwono I.

Amangkurat III menyetujui hal ini, tetapi Kompeni memilih ingkar janji. Amangkurat III malah dibuang ke Ceylon. Pada 1734 Amangkurat III meninggal di Ceylon. Putra-putra Amangkurat III baru dipernolehkan pulang dari Ceylon pada 1737.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 karya MC Ricklefs (2005)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]