Belanda Tuduh Diponegoro Bunuh Hamengkubuwono IV, Ini Kata Diponegoro dan Cakranegara
Diponegoro dituduh telah membunuh Sultan Hamengkubuwono IV. Yang pertama menuduh adalah Residen Rembang-Yogyakarta-Semarang Pieter Hubertus van Lawick van Pabst. Menurut Van Lawick, Hamengkubuwono IV meninggal akibat keracunan dari makanan yang ia makan di rumah Diponegoro.
“Yang dimakannya tak lama sebelum kematiannya di rumah Pangeran Diponegoro, sedangkan Pangeran mangkubumi, atas suruhannya, mengirimkan makanan itu kepada Sultan, yang dimakan lagi oleh Sultan setibanya di Keraton,” tulisa Van Lawick dalam notanya.
PJF Louw mengutip nota Van Lawick dan Kapten Stuers ketika membahas kematian Hamengkubuwono IV. Louw adalah penulis buku De Java Oorlog tiga jilid. “Bukti-bukti yang tersirat mengenai kebenaran hipotesis sejarah ini sangat jelas,” kata Louw.
Oohya! Baca juga ya:
Tapi menurut KRT Hardjonagoro dan kawan-kawan, tuduhan itu tidak masuk akal. Jika benar Hamengkubuwono IV makan di rumah Diponegoro di Tegalerjo, tak mungkin begitu tiba di Keraton lalu makan lagi.
Perjalanan Tegalrejo-Yogyakarta diperkirakan sau jam dengan kereta kuda yang melaju cepat. Tentu sata tiba di Keraton Hamengkubuwono belum lapar lagi.
“Walaupun dalam Babad Cakranegara disebutkan bahwa Hamengkubuwono IV itu suka makan enak dan berfoya-foya, saya kira tidaklah akan makan lagi dalam waktu satu jam, dan makan-makanan sisa yang dikirimkan dari tegalrejo,” tulis KRT Hardjonagoro.
Menurut Babad Cakranegara, Hamengkubuwono IV hari itu sedang berpesiar naik kereta kuda mengelilingi benteng Keraton. Pulang, mandi, lalu menyantap makanan yang sudah disadikan untuknya.
“Makanan itu kiriman dari Pangeran Mangkubumi, akan tetapi Mangkubumi mendapatkannya dari ayahandanya (saking Pangeran mangkubumi, pan punika dhaharan saking kang rama),” tulis Adipati Cakranegara di Babad Cakranegara, seperti dikutip KRT Hardjonagoro.
Oohya! Baca juga ya:
Siapa (ayahanya) yang dimaksud di sini? Tak ada penjelasan di Babad Cakranegara kecuali disebut sebagai Raden Adipati.
Diponegoro tak mungkin dibahasakan sebaga kang rama di hadapan Hamengkubuwono IV. Diponegoro adalah kakak dari Hamengkubuwono IV.
“Biasanya orang yang mendapat sebutan Raden Adipati ialah Patih, yang tiada lain ialah Danurejo. Lagipula, Danurejo atau Patih biasa dipanggil bapa oleh Sri Sultan,” tulis KRT Hardjonagoro.
PJF Louw mengutip keterangan Kapten Stuers. “Ketika telah mati, badannya menjadi bengkak. Tentulah dia diracun,” kata Kapten Stuers. “Tanpa emosi sama sekali Diponegoro melanjutkan kata-katanya dengan nada ringan, ‘ia makan nasi dan lauk pauk kiriman Patih dan satu jam sesudahnya ia mati’,” lanjut Louw mengutip Stuers.
Diponegoro menyebut Patih yang mengirimkan makanan untuk Hamengkubuwono IV. “Dari seluruh babad yang tersebut dalam Babad Biponegoro dan Babad Cakranegara memang Patih Danurejo itu terkenal licik dan licin, sehingga tak mengherankan kalau makanan itu tidak langsung dikirim ke Keraton, melainkan melalui Pangeran Mangkubumi, andaikata Patih Danurejo hendak meracuni Hamengkubuwono IV,” tulis KRT Hardjonagoro.
Dengan cara ini, maka Belanda akan mendakwa Pangeran Diponegoro sebagai pihak yang meracuni Hamengkubuwono IV. Mangkubumi sangat dekat hubungannya dengan Diponegoro.
Oohya! Baca juga ya:
COP28, Jokowi Dapat 100 Juta Dolar AS dari PM Norwegia, Ini Kata CEO Econusa
Belanda tentu tidak akan mencurigai Danurejo, karena Danurejo sangat dekat dengan Belanda. “Patih RA Danurejo selalu bertindak sebagai seorang abdi Gupernemen yang baik dan setia,” tulis Louw.
KRT Hardjonagoro berkesimpulan, Danurejo meracuni Hamengkubuwono IV untuk menaikkan RM Menol menjadi Hamengkubuwono V. RM Menol adalah anak Hamengkubuwono IV, ia masih berusia dua tahun.
Tentu saja Danurejo tidak sendirian. Ia disebut KRT Hardjoangoro berkomplot dengan Ratu Ageng dan Ratu Kencono.
“Babad Cakranegara mengungkapkan bahwa Danurejo akan menjadi orang yang paling berkuasa di Yogyakarta kalau RM Menol yang menjadi raja. Karena Wiranegara, mayor tentara Kesultanan, bersekutu dengan dia dan patih sebenarnya adalah abdi pemerintah Belanda,” tulis KRT Hardjonagoro.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Sultan ‘Abdulkamit Herucakra Kalifah Rasulullah di Jawa 1787-1855 karya KRT Hardjonagoro, Dr Soewito Santoso, dan kawan-kawan (1990)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]