Ini yang Terjadi pada Kapten Tack yang Dikirim Kompeni ke Kartosuro untuk Tagih Janji Amangkurat II Setelah Trunojoyo Ditumpas
Tiga tahun menjadi raja tanpa keraton, akhirnya Amangkurat II membangun keraton di Kartosuro setelah membunuh Trunojoyo. Tetapi muncul masalah baru setelah Kompeni mengirim Kapten Tack ke Kartosuro.
Kapten Tack sudah pernah bertemu dengan Amangkurat II setelah penumpasan Trunojoyo pada 1678. Di keraton Trunojoyo di Kediri, didapati berbagai harta Keraton Mataram yang diambil oleh Trunojoyo ketika merebut keraton Amangkurat I di Plered.
Di antaranya ada mahkota emas Majapahit. Dengan harta rampasan dari Kediri ini, Amangkurat II sebenarnya bisa membayar biaya perang yang dijanjikan kepada Kompeni.
Tetapi Kapten Tack bertindak culas. Ia tak mau menyerahkan mahkota emas Majapahit.
Kapten Tack bersedia memberikan mahkota emas itu jika Amangkurat II membayarnya seharga 1.000 riyal Spanyol. Amangkurat II menyangggupinya.
Oohya! Baca juga ya:
Tetapi di kemudian hari Amangkurat II berbalik menculasi Kapten Tack. Ia tidak bersedia menyerahkan 1.000 riyal itu kepada Kapten Tack.
“Mahkota itu untuk terakhir kali dilihat oleh umum di tahun 1739 ketika Pakubuwono II memakainya dalam perjalanan ke Mataram, bersama para pengikut raja. Diduga sesudah itu, mahkota hilang untuk selamanya ketika keraton Kartosuro dijarah dua kali di tahun 1742,” tulis MC Ricklefs.
Keraton Kartosuro dibangun oleh Amangkurat II pada 1680. Amangkurat II diangkat sebagai raja oleh Kompeni pada 1677.
Pada 1679, Amangkurat II membunuh Trunojoyo yang ditangkap Kompeni pada 1678. Meski berhasil menang perang, tak membuat Amangkurat segera memenuhi janjinya kepada Kompeni.
Oohya! Baca juga ya:
Ini Lokasi di Puncak Gunung yang Menjadi Tempat Favorit untuk Berfoto Para Pendaki Amatir
Sepertinya, Amangkurat II akhirnya menerima nasihat dari Bupati Tegal Martalaya yang sejak awal keberatan bekerja sama dengan Kompeni. Menurut Martalaya, seperti yang digambarkan Babad Tanah Jawi, Kompeni susah dipercaya.
Amangkurat II melihat Kompeni ingin menancapkan kekuasaannya di Jawa semakin dalam. Penyerangan Banten yang dilakukan oleh Kompeni pada 1682 adalah salah satu bukti yang menjadi pertimbangan Amangkurat II untuk tidak begitu saja percaya kepada Kompeni.
Kapten Tack yang memimpin penaklukan Kompeni terhadap Banten. Maka, pada 1685, Kompeni mengirim Kapten Tack ke Mataram untuk menyelesaikan masalah utang Mataram.
Kapten Tack tiba di Kartosuro pada Februari 1686. Tetapi sebelum menginjakkan kaki di keraton, Kapten Tack diserang oleh gerombolan yang dipimpin oleh Untung Suropati. Kompeni mencurigai, Amangkurat II bergabung di dalam gerombolan itu.
Untung Suropati adalah orang Bali yang diterima masuk tentara Kompeni pada 1683 bersama dengan orang Bali lainnya. Ia keluar dari dinas ketentaraan pada 1684, lalu bergabung dengan para budak Bali di Batavia menjadi penyamun.
Kompeni dipusingkan oleh aksi para penyamun ini. Keamanan Batavia terusik karenanya.
“Dia menjadi musuh Kompeni yang paling dibenci dan ditakuti,” tulis Ricklefs.
Oohya! Baca juga ya:
Kompeni menurunkan 800 prajurit untuk memburu Suropati yang telah membunuh sekitar 20 prajurit Kompeni. Suropati dan pengikutnya melarikan diri ke timur, diterima baik di Kartosuro.
Patih Mataram Nerangkusumo yang membenci Kompeni merasa bisa memanfaatkan Suropati untuk menekan Kompeni dalam negosiasi. Amangkurat II pun menolak permintaan Kompeni untuk menangkap Suropati.
Dalam penyerangan terhadap Kapten Tack, gerombolan Suropati menewaskan 75 prajurit Kompeni. Kapten Tack juga tewas dalam penyerangan itu.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Surat Perintah Agung kepada Susuhunan Amangkurat II (b. 1677-1703), 20 April 1697 karya MC Ricklefs (ANRI, 2014)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com