Kendeng

Bupati Grobogan Kerahkan Orang Cina Serbu Keraton, Bagaimana Pakubuwono II Meloloskan Diri?

Tembok benteng Keraton Kartosuro yang masih ada dirusak warga pada April 2022. Raja Mataram Pakubuwono II meloloskan diri dengan susah payah dari orang-orang Cina yang dikerahkan Bupati Grobogan.

Setelah menang perang melawan pasukan Mataram yang dipimpin Pringgoloyo, Bupati Grobogan dan Adipati Pati mengerahkan orang Cina untuk menyerbu keraton Mataram di Kartosuro. Raja Mataram di Kartosuro sudah bersiap diri di keraton.

Namun, Tumenggung Wirorejo mencegah Pakubuwono II turun memimpin pasukan. "Paduka Raja, sejak zaman kuno tidak ada raja turun sendiri di peperangan," kata Wirorejo.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Tapi baik prajurit keraton maupun prajurit Kompeni yang ada di keraton tak mampu menangkis serangan orang-orang Cina yang dikerahkan Bupati Grobogan. Dengan susah payah Pakubuwono II meloloskan diri dari kepungan orang-orang Cina.

Oohya! Baca juga ya:

Prabowo Sebut Food Estate Ada di Zaman Sukarno, Bagaimana Bentuknya Sehingga Sukarno Harus Bahas Kebutuhan Kalori dan Pangan Rakyat?

Perwira Kompeni lalu meminta Pakubuwono II melarikan diri ke timur. Istri-istri sudah menaiki kuda, yang tidak bisa menaiki kuda berjalan kaki di belakangnya.

Pakubuwono II pun memilih berjalan kaki. Prajurit pengirimg pun kebingungan hingga lupa membawa senjata mereka.

Para istri menangisi Sang Raja. Ada kuda yang dinaiki salah satu istri tidak terkendali, sehingga istri yang menungganginya terjatuh.

Kuda berlari, tetapi karena terhalang pintu, kuda itu kembali lagi dan menerjang prajurit. Pakubuwono II pun memerintahkan agar kuda itu dihukum, sehingga tidak menghambat perjalanan.

Oohya! Baca juga ya:

Bupati Grobogan: Jika Raja tidak Jujur, tidak akan Selamat dalam Peperangan

Dua puluh tombak yang mengenai kuda itu tak membuatnya berhenti mengamuk. Kuda baru mati setelah 20 tombak di tubuhnya rusak.

Kuda raja, Wijayacapa, tiba di hadapan raja. Pakubuwono II pun menaiki Wijayacapa, lalu menghela kuda dengan cepat diiringi perwira Kompeni.

Di depan raja ada anak-anak raja, juga memacu kuda. Yang meminpin perjalanan adalah Ki Sutoyudo.

Tiba di Gledegan, masih di lingkungan keraton, mereka diserbu orang-orang Cina yang masuk keraton dari arah barat. Ki Sutoyudo cedera kena tembakan orang-orang Cina.

Pakubuwono II memerintahkan masuk Geledegan lagi. Sang Raja kemudian memerintahkan prajurit pengiringnya yang sedikit menyerang orang-,orang Cina.

Beberapa prajurit segera memanjat tembok untuk menyerang dari atas. Tetapi saat memanjat tembok, tombak mereka terjatuh.

Oohya! Baca juga ya:

Adipati Pati Tipu Bupati Grobogan, Amangkurat V pun Dinobatkan Lagi Sebagai Raja di Pati

Ada satu prajurit Kompeni yang ikut memanjat tembok. Tapi ruoanya ia takut ketinggian.

Ia pun turun lagi, bergabung lagi dengan teman-temannya. Mereka menembaki orang-orang Cina dari balik pintu.

Pintu Geledegan sengaja disisakan sedikit bukaan untuk membalas tembakan. Saat Kompeni menembak, orang-orang Cina mundur.

Ketika tembakan sudah sepi, orang-orang Cina membalas tembakan. Perwira Kompeni pilu hatimya, ketika prajurit rendahan pengawal raja sudah pada lari.

Perwira Kompeni kehilangan keberanian. Ia pun mengajak anak buahnya untuk mundur.

Oohya! Baca juga ya:

Jual Sepeda Motor Kredit, Ketua RT Ini Masuk Penjara

Siituasi di dalam Geledegan menjadi kalang kabut karena tidak bisa keluar dari kepungan orang-orang Cina. Pakubuwono II melihat pintu kecil menuju kebun.

Ia memasuki pintu itu, lalu memperhatikan sebuah pintu yang sudah dimatikan. Ketika ia hendak merusak pintu itu, Bangsantaka memberi tahu ada tembok roboh di sebelah timur.

Pakubuwono II pun menuju ke arah tembok roboh. Para prajurit menaiki tembok roboh itu.

Sang Raja kemudian diangkat untuk menaiki tembok. Di luar tembok, prajurit bersiap memanggul Raja untuk bisa turun dari tembok.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Jilid VI, penerjemah Amir Rokhyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]