Permintaan Irigasi Belum Terealisasi, Penduduk Grobogan Ditinggal Pergi Bupatinya
Pada 1900-an, penduduk Grobogan masih menunggu realisasi proyek irigasi. Pada saat itu, makin banyak yang menanam singkong sebagai bahan pangan alternatif ketika musim kemarau datang.
Tuntutan realiasi proyek irigasi pada awal 1900-an itu terus bergaung. Tujuannya untuk mengatasi agar kasus kelaparan yang menyebaban kematian pada 1849 tidak terulang lagi.
Pada 1848, penduduk Grobogan mencapai 98.500. Akibat bencana kelaparan itu, pada 1850 penduduk grobogan tinggal 9.000 jiwa.
Oohya! Baca juga ya: Bencana Kelaparan Membuat Penduduk Grobogan Tinggal 9.000 Jiwa, Ini yang Dilakukan Gubernur Jenderal
Penduduk Grobogan mendapat bupati baru pada 1902, setelah Bupati RA Joedonegoro mengundurkan diri. Raden Mas Hardjo Koesoemo dilantik menggantikan Joedonegoro.
Sebelumnya, Hardjo Koesoemo adalah Wedana Kradenan. Ketika diangkat menjadi bupati, pangkatnya Tumenggung: Raden Mas Tumenggung Hardjo Koesoemo.
“Ketika ia diangkat menjadi bupati Grobogan pada tahun 1902, keadaan daerah dan masyarakat di sana sangat buruk; masyarakat bahkan dapat dianggap mengalami demoralisasi total,” tulis koran yang terbit di Semarang, De Locomotief.
Oohya! Baca juga ya: Pejabat Berdebat Soal Irigasi di Grobogan, Apakah Penduduk Puas dengan Makan Singkong?
Dalam masa jabatannya itu, Hardjo Koesoemo juga mendapat kenaikan pangkat menjadi Adipati. Namanya menjadi Raden Mas Adipati Ario Hardjo Koesoemo.
Pada masa jabatannya ini, datang dokter Van der Leij pada 1 Agustus 1903. Van der Leij mengetahui bagaimana kondisi Grobogan yang miskin dan terpinggirkan.
Justru karena hal itulah ia datang untuk sebuah misi membantu masyarakat yang sering terkena bencana kekeringan. Tiga tahun ia bekerja sama dengan Komite Bantuan untuk Pribumi yang Membutuhkan.
Oohya! Baca juga ya: Ada Orang Grobogan yang Menjadi Orang Penting di Kereta Api Cepat dan Tranpsortasi Jakarta
Selanjutnya, ia menjalin kerja sama dengan Salatiga Zending, membentuk Komite Pitulungan. Komite ini lalu mendirikan Rumah Sakit Zanding Pitulungan di Purwodadi.
Sebagai warga negara Belanda, gaji dia tergolong kecil. Hanya 175 gulden per bulan. Itu pun jika ada. Sering tidak ada. Asisten Wedana Purwodadi gajinya 100 gulden per bulan.
Ia bekerja di Grobogan hingga 1912. Ia pulang ke Belanda, meninggalkan Rumah Sakit Pitulungan yang tidak memiliki perawat.
Pada 1909, ia sempat membantu Bupati Grobogan yang sakit malaria. Pada Jumat malam, 11 Februari 1909, Bupati Hardjo Koesoemo mengalami strok. Dokter Van der Leij menanganinya, tetapi hingga pagi hari Bupati belum sadarkan diri.
Pada Sabtu agi, Asisten Residen Grobogan melaporkannya kepada Residen Semarang dan meminta bantuan dokter dari Semarang untuk membantu dokter Van der Leij. Dokter Ferf dari Semarang segera ditugasi untuk berangkat ke Purwodadi.
Namun, pada Sabtu malam, Bupati Grobogan meninggal dunia. Sebelum meninggal, Hardjo Koesoemo sempat sadarkan diri, tetapi kemudian diserang demam yang tinggi lagi. Ia tidak sadarkan diri lagi.
Oohya! Baca juga: Ketika Penduduk Grobogan Tuntut Irigasi Malah Dicekoki Singkong, Penduduk Cilegon dan Gedangan Sudah Berontak
Menurut dokter Ferf, Hardjo Koesoemo meninggal akibat penyakit malaria. Jenazahnya kemudian diberangkatkan ke Semarang menggunakan kereta api pertama.
Di pemakaman Bergota, Bupati Grobogan itu dikebumikan. Asisten Residen Grobogan, Bupati Demak, Bupati Kendal, Bupati Batang, menghadiri pemakamannya.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 3 Agustus 1938
- De Locomotief, 13 Februari 1909, 15 Februari 1909
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]