Pameran Lukisan Yos Suprapto dan Desember Hitam 1974, Protes Seniman Muda
Lima lukisan Yos Suprapto tidak boleh dipasang di pameran tunggal di Galeri Nasional, karena dinilai terlalu vulgar pesannya. Hal itu membuat Yos Suprapto memutuskan untuk batal melakuan pameran tunggal di galeri itu.
Peristiwa ini mengingatkan pada kejadian 50 tahun lalu, ketika seniman muda protes lewat Pernyataan Desember Hitam 1974. Pernyataan itu ditandatangani 31 Desember 1974 oleh 14 seniman muda, di antaranya ada Hardi, Ikranegara, FX Harsono, dan Abdul Hadi WM.
“Demi keselamatan seni lukis kita, maka kini sudah saatnya kita memberi kehormatan pada establishment tersebut, yaitu kehormatan purnawirawan budaya.” Demikian bunyi Pernyataan Desember Hitam 1974.
Mereka tidak terima dengan keputusan dan pernyataan juri Pameran Besar Seni Lukis Indonesia (PBSLI) yang diadakan oleh Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Dewan juri memutuskan lima karya lukis yang baik dan mendiskreditkan karya pelukis-pelukis muda.
Kepada para pemilik karya lukis yang baik, Dewan Juri memang memberikan surat dengan tajuk “Lukisan yang Baik”. "Lukisan yang Baik adalah frasa yang tertulis dalam kepala surat pernyataan penerima hadiah Pameran Besar Seni Lukis Indonesia 1974 yang diikuti 80 pelukis,” tulis Republika pada Januari 2015.
Pada Desember 2014 – Januari 2015, Dewan Kesenian Jakarta mengadakan Pameran 40 Tahun Desember Hitam, yaitu "Lukisan yang Baik".Pameran ini menjadi upaya mengenang kembali peristiwa yang memicu munculnya Gerakan Seni Rupa Baru lewat koleksi-koleksi lukisan Dewan Kesenian Jakarta.
Saat itu, lima penerima hadiah Lukisan yang Baik adalah Abas Alibasyah, Aming Prayitno, AD Pirous, Irsam, dan Widayat. “Dalam keputusan Lukisan Yang Baik itu, gaya abstrak dekoratif yang tengah populer kala itu menjadi tema yang mengikat para penerima hadiah,” lanjut Republika.
Selain Hardi, Ikranegara, FX Harsono, dan Abdul Hadi WM, ada lagi penanda tangan Pernyataan Desember Hitam 1974. Mereka adalah: Muryotohartoyo, Juzwar, Bonyong Munni Ardhi, M Sulebar, Ris Purwana, Daryono, Siti Adiyati, DA Peransi, Baharudin Narasutan, Adri Darmadji.
Para seniman muda yang mengeluarkan Pernyataan Desember Hitam 1974 itu menilai, Dewan Juri masih memakai konsep-konsep usang. Konsep-konsep usang itu mereka sebut sebagai penghambat perkembangan seni lukis Indonesia.
Konsep-konsep usang itu juga dipegang erat oleh seniman-seniman senior yang sudah mapan, pengusaha seni budaya. Lantas apa komentar Dewan Juri terhadap karya para pelukis muda?
“Usaha bermain-main dengan apa yang asal ‘baru’ dan ‘aneh’ saja, dapatlah dianggap sebagau usaha coba-coba, cari-cari, atau sekadar iseng, atau bukti langkanya ide dan kreativita,” tulis FX Harsono mengutip pernyataan Dewan Juri PBSLI yang dimuat di blog gerakgeraksenirupa.
Menurut FX Harsono, karya-karya para pelukis muda yang dipamerkan tidak lagi mengikuti cara dan teknik melukis dari para guru dan senior mereka. “Seluruh proses penciptaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai estetis yang menempatkan seniman sebagai individu yang otonom,” tulis FX Harsono.
Kritik Dewan Juri tak berhenti di eksperimentasi karya, tapi juga pada orisinitas karya. FX Harsono mengutip pernyataan Dewan Juri sebagai berikut:
“Anggauta-anggauta juri mengakui bahwa hal pengaruh seni lain ialah gejala budaya yang wajar di setiap tempat dan zaman. Pengaruh tidak menentukan kadar kreativita. Sebaliknya, kadar kreativita ditentukan oleh usaha peniruan, lebih-lebih lagi usaha peniruan yang mentah-mentah dan tanpa pengertian. Sehubungan dengan diatas itu, maka orijinalita mutlak tidak dapat dijadikan tuntutan. Namun demikian, pentingnya orijinalita mesti diakui, sepanjang ini memperdalam atau memperkaya makna dan pengalamanan”.
Ma Roejan