Anak Sopir Angkot Itu Bilang Ekspor Itu Mudah, Ekspor Apa Dia?
Namanya Roy Wibisono, kelahiran Kendal, 1972. “Bapak saya sopir angkot,” kata dia di acara Peringatan Bulan Mutu Nasional yang diadakan Badan Standardisasi Nasional (BSN), di Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Pada 2018 ia memulai usaha membuat keramik di garasi rumah dan kini sudah mengekspor produknya ke 16 negara. “Ekspor itu mudah. Awalnya ekspor eceran,” kata Roy Wibisono, pelaku UMKM penerap SNI itu.
Enam bulan membuka usaha, datang pandemi Covid-19. “Saya merasa usaha akan tutup, tapi saat Covid penjualan justru naik 22 kali lipat,” ujar lulusan Jurusan Kimia Universitas Diponegoro tahun 1997 itu.
Roy Wibisono menjadi pelaku UMKM penerap SNI yang sukses menembus pasar global dalam waktu sekejap. Semula ia memproduksi keramik hanya bertiga, kini sudah bersama 300 orang terpilih.
Ia mencari orang-orang terbaik yang bisa membuat keramik ke berbagai daerah. Ia rekrut sarjana seni terbaik. Ia berani menggaji besar.
Dengan cara itu ia bisa menghasilkan produk yang berkualitas. Kata dia, “Produknya harus jos.” Harganya premium, dengan begitu ia bisa menggaji karyannya dengan nilai yang lebih besar.
Ia tak setuju dengan pandangan untuk membendung produk Cina yang harganya murah, pelaku UMKM Indonesia juga harus bisa menjual lebih murah dari harga produk Cina. Dengan produk yang berkualitas, ia bisa menyaingi produk Cina meski harga produknya jauh lebih mahal.
Satu cangkir bisa ia jual dengan harga jauh lebih mahal dari produk-produk Cina yang membanjiri Indonesia. “Saya beli tanah liat Rp 3.000 per kilogram, bisa jadi cangkir seharga Rp 500 ribu,” ujar pemilik Naruna Keramik di Salatiga itu.
Untuk tanah liat, ia memanfaatkan tanah padas. Yaitu tanah yang tidak produktif. Dengan begitu ia tidak mengganggu lahan-lahan yang produktif.
Latar belakang pendidikan Roy menjadi modal bagi Roy. Ia menyusun skripsi mengenai kandungan kimiawi bahan keramik. Dari sanalah ia tahu bahan yang bagus untuk keramik.
Saat kerja, ia juag bekerja di perusahaan produsen keramik. Bahkan pernah menjadi manajer produksi.
Saat istrinya melajutkan studi di Australia, Roy Wibisono memanfaatkannya untuk ikut dan belajar keramik di sana. Ia juag pernah menjadi general manager di perusahaan ekspor.
Lengkap sudah, tahu seluk-beluk produk berkualitas, tahu selera pasar di berbagai negara, dan tahu seluk-beluk ekspor. Dari ekspor eceran yang perizinannya sederhana, ia tingkatkan ke ekspor dalam ukuran yang cukup besar.