Pada 17 Agustus 1945 Bendera Merah Putih Dikibarkan di Tiang Bambu Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Tak ada persiapan matang mengenai pengerekan bendera setelah pembacaan Prokolamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Tak ada pasukan pengibar bendera yang disiapkan sebelumnya.
Oohya! Baca juga ya:
Kata Muh Yamin pada 1951, Merah-Putih Sudah Ada di Nusantara Sejak 6000 Tahun Lalu
Monako Meminta Indonesia Ganti Bendera Merah Putih, Begini Penjelasan Muh Yamin
Selesai pembacaan naskah proklamasi, SK Trimurti diminta mengerek bendera, tetapi ia menolak. Ia menganjurkan agar “prajurit” saja yang mengereknya. Latief Hendradiningrat saat itu berseragam PETA yang maju untuk mengerek bendera.
Kata Sukarno:
Tidak ada orang yang ditugaskan untuk mengerek bendera. Tiada persiapan untuk itu. Dan tak seorang pun berpikir sampai ke situ. Kapten Latief Hendradinigrat sebagai salah seorang di antara beberapa gelintir orang berpakaian seragam berada dekat tiang. Setiap orang menunggu dengan tegang ketika dia mengambil bendera itu, mengikatkan pada tali yang kasar dan mengibarkannya ... seorang diri ... dengan kebanggaan ... yah, untuk pertama kali setelah tiga setengah abad.
Menurut Sukarno, tiang bendera dibuat dari batang bambu yang dipotong secara bergesa-gesa. DItanamkan di halaman rumah di Pegangsaan Timur No 56, Jakarta. “Buatannya kasar. Dan tidak begitu tinggi,” ujar Sukarno.
Saat pengerekan bendera, bendera Merah Putih yang dijahit tangan oleh Fatmawati dibawa dengan baki oleh seorang pemudi yang muncul dari belakang rumah. Latief dibantu oleh Suhud untuk mengereknya. “Setelah bendera berkibar, secara spontan, Lagu Indonesia Raya dinyanyikan, tanpa dirijen,” ujar Sudiro.
Bendera Merah Putih yang dijahit Fatmawati, untuk pertama kalinya dikibarkan di Istana Merdeka pada 17 Agustus 1950, setelah ibu kota dikembalikan ke Jakarta. Pada 28 Desember 1949, Sukarno terbang dari Yogyakarta menuju Kemayoran, Jakarta, menggunakan pesawat KLM yang sudah digambari Garuda, karena sehari sebelumnya sudah menjadi milik Garuda Indonesia Airways. Turun dari pesawat, yang pertama keluar adalah pengawal kehormatan yang mengiring Sang Saka Merah Putih. Bendara pusaka ini telah dijahit kembali oleh Mutahar di bekas lubang-lubang jahitan Fatmawati.
Sebelumnya, bendera itu dilepas jahitannya oleh Mutahar, agar aman disimpan, setelah Sukarno-Hatta ditangkap Belanda lalu dibuang ke Sumatra. Bagaimana bendera ini kembali ke tangan Sukarno? Mutahar tidak menyerahkannya di Yogyakarta, melainkan memberikannya ketika Sukarno masih di Bangka. Pada Juni 1948, Mutahar menerima surat dari Sukarno yang meminta bendera dikirim ke Bangka. Pembawa surat itu sekretaris delegasi Indonesia untuk perundingan dengan Belanda, R Soedjono, yang akan berangkat ke Bangka. Sukarno meminta Mutahar menitipkan bendera pusaka itu ke dia. Mutahar menyerahkannya dengan dibungkus koran.
Tujuan pertama Sukarno setelah tiba di Jakarta adalah Istana Merdeka. Ia mendapati Istana sangat berantakan. Ditinggalkan Belanda dengan sengaja dirusak.
Pada 7 Juli 1950 Sukarno memberi perintah agar dibuatkan tiang bendera setinggi 17 meter di halaman Istana Merdeka. ‘’Bendera Proklamasi 17 Agustus 1945 yang kini dianggap sebagai bendera pusaka, akan menjadi bendera pertama yang dikibarkan di tiang ini pada tanggal 17 Agustus 1950 yang dilakukan melalui upacara,’’ tulis Preangerbode edisi 8 Juli 1950.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams (1986)
Pengalaman Saya Sekitar 17 Agustus 1945 karya Sudiro (1978)
SK Trimurti, Wanita Pengabdi Bangsa karya Soebagijo IN (1985)