Lincak

BPUPKI Pilih Bentuk Negara Indonesia Merdeka, Kerajaan Dipilih 6 Anggota, Republik 55 Anggota

Bentuk negara dibahas pada sidang BPUPKI. Sebanyak 55 anggota memilih bentuk Republik dan enam memilih bentuk Kerajaan. Dua anggota memilih bentuk lain dan satu anggota memilih blangko (foto: antara/republika).
Bentuk negara dibahas pada sidang BPUPKI. Sebanyak 55 anggota memilih bentuk Republik dan enam memilih bentuk Kerajaan. Dua anggota memilih bentuk lain dan satu anggota memilih blangko (foto: antara/republika).

Ketika BPUPKI bersidang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, ada 300 kerajaan di wilayah Indonesia. Menurut Muh Yamin, hampir semuanya bercorak negara-pusaka, bukan negara-kebangsaan. Satu-dua sebagai negara-kekuasaan.

Oohya! Baca juga ya:

Persiapan Indonesia Merdeka, BPUPKI Bahas Batas Wilayah Indonesia, Papua dan Malaya Ada di Dalamnya

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dijadikan Nama Ibu Kota Negara oleh Jokowi, Nusantara Ditolak Jadi Nama Negara di Sidang BPUPKI

Tak ada negara kebangsaan. Maka, kata Muh Yamin, yang dicita-citakan adalah menciptakan negara kebangsaan ketiga. Bangsa Indonesia pernah mempunyai negara kebangsaan pertamam, Sriwijaya, dan negara kebangsaan kedua, Majapahit).

Yamin mengatakan dalam sidang BPUPKI 29 Mei 1945:

Rakyat Indonesia sekarang tak dapat diikat dengan dasar dan bentuk tata negara dahulu, karena perubahan dan aspirasi kita sekarang jauh berlainan daripada zaman yang dahulu itu.

Pemungutan suara pun lantas dilakukan pada sidang BPUPKI 10 Juli 1945 untuk menentukan bentuk negara: Kerajaan, Republik. Dari 64 anggota BPUPKI, yang memilih bentuk Republik ada 55, yang memilih bentuk Kerajaan ada enam. Dua anggota lagi memilih lain-lain, dan satu anggota memilih blangko.

Abdul Kaffar menyatakan, bentuk Republik sesuai dengan keinginan masyarakat Madura, namun Wongsonegoro mengingatkan agar tidak mendahului suara rakyat. Karenanya, ia menyarankan agar terlebih dulu dimintakan pendapat rakyat.

Meski raja-raja di Sulawesi Selatan sudah mau menerima Republik, namun ternyata ada tokoh lain di Sulawesi yang menolak Republik. Pengusaha dan tokoh politik Nadjamuddin Daeng Malewa yang kecewa karena tak ditunjuk menjadi anggota PPKI memilih bergabung dengan Belanda demi terbentuknya Negara Indonesia Timur.

Saat mempersiapkan kemerdekaan, dari Indonesia Timur di antaranya ada J Latuharhary (Maluku) dan AA Maramis (Minahasa) yang menjadi anggota BPUPKI. Latuharhary kemudian juga menjadi anggota PPKI bersama GSSJ Ratulangi (Minahasa) dan Andi Pangerang (Makassar). Ratulangi dan Andi Pangerang mendapat panggilan untuk bergabung dengan PPKI sebagai wakil dari Sulawesi, Nadjamuddin Daeng Malewa tak ada di dalam daftar.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan: Himpunan Risalah Sidang-Sidang dari BPUPKI dan PPKI