Dari Sidang Volksraad Juli 1938, Penggunaan Bahasa Indonesia Merembet ke Sidang Gemeenteraad
Pada Sidang Volksraad Senin, 11 Juli 1938, Piet A Kerstens dari Fraksi Indische Katholieke Partij mengaku tidak keberatan anggota Fraksi Nasional menggunakan bahasa Indonesia. Namun ia mencela jika yang dilakukan anggota Fraksi Nasional semata demonstrasi, menjadikan bahasa Indonesia sebagai senjata politik untuk menyerang Wali Negeri.
Oohya! Baca juga ya: Penggunaan Bahasa Indonesia di Volksraad Juli 1938 Thamrin Agar Bahasa Indonesia tidak Terdesak
Thamrin pun menginterupsi, menganggap penilaian Kerstens itu sebagai hal yang lucu. Kerstens pun menanggapi bahwa yang ia sampaikan masih ada baiknya, sehingga ia kemudian berharap esok hari pidato Thamrin menyampaikan hal yang baik pula. Lalu Thamrin menjawab, “Pidato saya akan berisi sebaliknya.” (Soeara Oemoem, 13 Juli 1938).
Esok hari, Selasa, 12 Juli 1938, Thamrin tampil berpidato setelah IJ Kasimo dan Notosoetarso. Thamrin memulai pidatonya dengan terlebih dulu mengemukakan alasan penggunaan bahasa Indonesia oleh Fraksi Nasional.
Pada Sidang Gemeenteraad van Batavia, September 1939, Thamrin dan Tabrani juga menggunakan bahasa Indonesia. "Sekarang saatnya bagi kita untuk mempertimbangkan penggunaan bahasa Indonesia untuk tahun ini karena ternyata ketika kita menggunakan bahasa Indonesia tahun lalu di Volksraad, pemerintah tidak keberatan, meskipun dia menyesalinya,’’ ujar Thamrin di sidang umum Gemeenteraad van Batavia, seperti dikutip Het Volksdagblad edisi 21 September 1939, yang mendapat salinan pidato Thamrin dari Indonesia Vereeniging.
Thamrin menyebut adanya penentangan penggunaan bahasa Indonesia di gemeenteraad di daerah-daerah, seperti di Medan dan Semarang. ‘’Sebelum ada pengakuan umum dan penuh atas hak untuk menggunakan bahasa Indonesia di semua dewan, kami akan berbicara bahasa Indonesia di Volksraad dan mendorong di mana-mana untuk melakukan hal yang sama. Oleh karena itu, perubahan posisi kami sehubungan dengan penggunaan bahasa Indonesia tidak ada di tangan kami. Apresiasi bahasa Indonesia akan menghasilkan apresiasi bahasa Belanda," tutur Thamrin.
Dari Volksraad, penggunaan bahasa Indonesia meluas ke dewan kota, dewan kabupaten, dewan provinsi. Ketika menjadi anggota Gemeenteraad van Batavia, Tabrani bersama Husni Thamrin lantang memperjuangkan diperbolehkannya penggunaan bahasa Indonesia di Gemeenteraad van Batavia sejak awal 1939. Dimulai dari Batavia berlanjut ke daerah-daerah lain secara bergelombang, anggota pribumi dewan-dewan perwakilan itu juga menggunakan bahasa Indonesia. Tapi, selalu mendapat penentangan.
Selama 1939, Gemeenteraad van Cheribon (Dewan Kota Cirebon) menghalangi-halangi keinginan penggunaan bahasa Indonesia di sidang-sidang Gemeenteraad. Bataviaasch Nieuwsblad edisi 20 Desember 1939 menyinggung saran pemerintah kota mengenai perlunya membolehkan penggunaan bahasa Indonesia, khusus untuk anggota yang tidak menguasai bahasa Belanda.
Keinginan menggunakan bahasa Indonesia di sidang-sidang Dewan Kota Cirebon ini menjadi contoh telah meluasnya keinginan pemakaian bahasa Indonesia. Di Batavia, desakan diizinkannya pemakaian bahasa Indonesia di Gemeenteraad van Batavia diajukan oleh MH Thamrin dan M Tabrani. Fraksi Vaderlandsche Club menentangnya. Fraksi ini bahkan mengajukan aturan agar bahasa yang boleh digunakan hanya bahasa Belanda dan melarang penggunaan bahasa Indonesia/Melayu.
Priyantono Oemar