Lincak

Inilah Kronologi Munculnya Nama Bahasa Indonesia pada 1926. Tabrani Pencetusnya

Laporan asli Kongres Pemuda Indonesia Pertama dalam bahasa Belanda. Di laporan ini ada pula makalah Muh Yamin yang membahas bahasa Melayu yang berpotensi besar menjadi bahasa persatuan. Tabrani yang mencetuskan nama bahasa Indonesia menolak gagasan Yamin.
Laporan asli Kongres Pemuda Indonesia Pertama dalam bahasa Belanda. Di laporan ini ada pula makalah Muh Yamin yang membahas bahasa Melayu yang berpotensi besar menjadi bahasa persatuan. Tabrani yang mencetuskan nama bahasa Indonesia menolak gagasan Yamin.

Tanggal 2 Mei 1926 merupakan hari terakhir Kongres Pemuda Indonesia Pertama yang dibuka pada 30 April 1926 malam. Tanggal 2 Mei 1926 pukul 09.00 adalah jadwal Muh Yamin membawakan makalah “De toekomst mogeleijkheden van Indonesische talen en letterkunde” (“Kemungkinan Masa Depan Bahasa-bahasa Indonesia dan Kesusastraannya’’). Yang dimaksud bahasa-bahasa Indonesia adalah bahasa-bahasa yang digunakan oleh bangsa Indonesia. Ada bahasa Melayu, Jawa, Sunda, dan sebagainya.

Yamin membahas panjang lebar bahasa Jawa dan Melayu yang berpotensi menjadi bahasa persatuan, tetapi ia memilih bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Setelah Yamin menyampaikan makalahnya, panitia kecil membahas rancangan resolusi pemuda yang disusun oleh Yamin.

Dalam rancangan yang ia tulis, berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan bahasa Melayu”. M Tabrani selaku ketua panitia kongres yang juga menjadi panitia kecil, menolak rancangan ini. Ia menghendaki bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Jauh hari sebelum Kongres Pemuda Indonesia Pertama diadakan, Tabrani telah memperjuangkan bahasa Indonesia.

16 Januari 1926

Di Hindia Baroe, pada tanggal ini tabrani menyebut bahasa Indonesia pertama kali di media. Kata dia, “Dalam s.k. Bataviasch Nieuwsblad tanggal 14 ini boelan seorang Belanda totok telah memadjoekan seroean kepada semoea kaoem Indo disini. Seroean itoe berkepala “S(afe) O(ur) S(ouls)” atau dalam bahasa Indonesia “Tolonglah Djiwa Kita”.

Di bagian lain dari tulisannya, ia kembali menyebut bahasa Indonesia. Begini kata Tabrani:

Perhatikan sja’ir dibawah ini:

Worst’ling kenschetst onzen tijd

Hebt er oog voor allerwege.

Siechts wie deelneemt aan den strijd

Plukt de vruchten van den zege.

Atau dalam bahasa Indonesia:

Taroeng-bertaroeng ‘alamat zaman

Awaslah kita memperhatikan.

Jika ta’ sama madjoe kemedan

Ta’ sama poela mendapat kemenangan.

6 Februari 1926

Tabrani menyatakan kemarahannya di Hindia Baroe, karena Volksraad tidak pernah mengundang pers Indonesia ketika Volksraad mengadakan sidang. Pers Indonesia memang diberi resume sidang, itu pun dalam bahasa Belanda. Dia menginginkan Volksraad yang diperuntukkan bagi bangsa Indonesia itu bersidang dalam bahasa Indonesia dan menyampaikan hasil sidang dalam bahasa Indonesia. Saat itu, ia menyebut bahasa Indonesia sebagai bahasa Melayu-gampang.

Kata Tabrani, “Dari itoe pemerintah diwadjibkan –jaitoe djika pemerintah soenggoeh maoe mementingkan keperloean kita dan bekerdja bersama2 kita—meoeraikan segala berita-beritanja dalam bahasa Indonesia (Melajoe-gampang) dan bahasa Belanda. Soedilah apa kiranja pemerintah mendengarkan soeara kita ini. Kita menanti!

11 Februari 1926

Tabrani menegaskan kembai perlunya menerbitkan bahasa Indonesia di Hindia Baroe. Tujuannya agar persatuan bangasa Indonesia bisa dipercepat pencapaiannya. Kata dia: Maka maksoed kita dengan pergerakan penerbitan bahasa Indonesia itoe lain tidak soepaja pergerakan persatoean anak-Indonesia akan bertambah keras dan tjepat.

Ia juga menegaskan, perlu mencegah munculnya imperialism bahasa. Jika bahasa Indonesia diteritkan untuk dijadikan sebagai bahasa persatuan, maka hal itu bisa menghindarkan munculnya imperialism bahasa. Jika bahasa Belanda dijadikan sebagai bahasa persatuan, maka ia menindas bahasa Jawa, Melayu, Sunda, dan sebagainya. Jika bahasa Jawa dijadikan sebagai bahasa persatuan, ia menindas bahasa Melayu, Sunda, Bugis, dan sebagainya. Artinya, menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan di antara ratusan bahasa yang ada di Indonesia, hal itu akan mencederai masyarakat dari suku lain.

Kata Tabrani, “Djika kita menjeboetnja bahasa itoe bahasa Melajoe salahlah kita. Karena seboetan sematjam itoe seolah2 dan mesti mengandoeng sifat imperialism dari bahasa Melajoe terhadap kepada lain2 bahasa bangsa kita disini.”

30 April 1926

Pukul 08.00 malam, Tabrani menyampaikan pidati pembukaan Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Ia panjang lebar menguraikan persatuan bangsa. Menutup pidatonya, ia menyeru, “Rakyat di seluruh kepulauan Indonesia bersatulah! Dengan ini kongres kami buka!”

2 Mei 1926

Berpegang pada prinsip menggindari imperialisme bahasa, tabrani menolak usulan Yamin menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Menurut tabrani, jika tanah airnya disebut Indonesia dan bangsanya disebut Indonesia, maka bahasanya juga harus disebut Indonesia, bukan Melayu.

Tak ada kesepakatan, lalu diamanatkan agar rancangan ikrar pemuda itu dibawa ke Kongres Pemuda Indonesia Kedua.

15 Agustus 1926

Pengurus pusat dan anggota organisasi pemuda kedaerahan mengadakan rapat kembali. tabrani selaku ketua Kongres Pemuda Indonesia Pertama menyampaikan perkunya memutuskan penting-tidaknya melanjutkan cita-cita persatuan yang sudah dibahas di kongres pertama.

Peserta rapat bersepakat melanjutkan cita-cita persatuan Indonesia dengan membentuk panitia tetap untuk mengadakan kembali Kongres Pemuda Indonesia Kedua. panitia ini disepakai berdiri sendiri. Mereka yang duduk di dalamnya, seperti panitia Kongres Pemuda Indonesia Pertama, tidak mewakili organisasi.

Priyantono Oemar

Berita Terkait

Image

Tae Bikin Farhat Abbas dan Denny Sumargo Berseteru, Parada Harahap dan Tabrani Dulu Berseteru karena Kongkalikong

Image

Ini Alasan Kongres Pemuda Diadakan, Ada Orang Tua, dan Bikin Sumpah Pemuda