Lebaran, Koran Suara Rakjat Dulu Kritik Acara Halal Bihalal Ataupun Gelar Griya
Di masa penjajahan Belanda, para pribumi biasa mengadakan halal bihalal ataupun gelar griya setelah Lebaran. Pada Lebaran 1932, misalnya, MH Thamrin, Oto Iskandar Dinata, dan Sartono menjadi Panitia Lebaran yang bertugas mengadakan halal bihalal. Tentu saja, acara itu diadakan setelah hari Lebaran.
Setelah kemerdekaan, acara halal bihalal ataupun gelar griya tetap berlanjut. Inilah kesempatan bagi koran PKI, Suara Rakjat –yang di kemudian hari menjadi Harian Rakjat—melontarkan kritik pedas terhafap orang-orang Islam.
Kata koran itu, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang hanya menjadi penonton Lebaran ini. Acara halal bihalal dianggap sebagai pesta yang besar, yang memerlukan uang banyak, yang tidak baik bagi kehiduoan eknonomi masyarakat lantas dikritik oleh Suara Rakjat sebagai hal yang memprihatinkan. Menurut Suara Rakjat, itu adalah kebiasaaan buruk di masa penjajahan Belanda yang tak perlu dilakukan lagi setelah Indonesia merdeka. Lebaran perlu dijalankan dengan penuh tanggung jawab menghadapi kehidupan yang masih memprihatinkan.
Suara Rakjat juga mengkritik kebiasaan memberikan bingkisan Lebaran yang justru akan menaikkan harga barang-barang. “Kehidupan ekonomi masyarakat tidak terlayani oleh kesenangan sementara,” kata Suara Rakjat seperti dikutip De Vrije Pers edisi 21 Juni 1951.
Oohya! Baca juga ya:
Cerita Mudik yang Bergeser, Menjauh dari Keluarga.
Susahnya Mencari Pengasoan di Google.
Pengumuman Hari Lebaran Dianggap Mendadak, Koran tidak Libur pada Lebaran 1932.
Priyantono Oemar