Sekapur Sirih

Lebaran, Apakah Pemerintah Bersedia Gunakan Pendekatan Baru yang tidak Rugikan Rakyat?

Presiden Jokowi bersilatuahim dengan nelayan Surabaya pada April 2022. Lebaran adalah saat tepat untuk saling memaafkan, lalu menggunakan pendekatan baru dalam menjalin hubungan agar tidak saling merugikan (foto: antara/republika).
Presiden Jokowi bersilatuahim dengan nelayan Surabaya pada April 2022. Lebaran adalah saat tepat untuk saling memaafkan, lalu menggunakan pendekatan baru dalam menjalin hubungan agar tidak saling merugikan (foto: antara/republika).

Dalam tulisannya yang berjudul “Lebaran” di Pemandangan edisi 16 Januari 1934, Pemimpin Redaksi Pemandagan Saeroen berharap pemerintah dan rakyat berdamai. Perdamaian itu bisa dikatakan sebagai hari Lebaran antara pemerintah dan rakyat.

Sebab kita pertjaja bahwa tidak ada kekoeatan diatas doenia ini tjoekoep boeat mempertahankan perdamaian djikalau tidak ada dasar saling menjinta dan menghargai dari satoe pada lain golongan,” tulis Saeroen.

Namun, melihat perkembangan hubungan pemerintah dan rakyat pada tahun itu, membuat Saeroen pesimistis antara pemerintah dan rakyat saling cinta dan menghargaai. “Jang ada saling tjoeriga dan wantrouwen...,” kata Saeroen. Wantrouwen artinya mencurigai.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pada 1934 itu selain melarang adanya pertemuan-pertemuan dan perkumpulan-perkumpulan, pemerintah Hindia Belanda juga melarang sekolah-sekolah liar. Penghematan anaggaran membuat pemerintah mengurangi jumlah sekolah. Akibatnya sekolah-sekolah yang diadakan pribumi --yang dianggap sekolah liar—tidak boleh melanjutkan kegiatanannya. Caranya, seperti yang dilakukan di Bandung, pegawai kereta api tiidak boleh menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang tak disukai pemerintah itu.

Sekolah-sekolah liar itu oleh pemerintah akan bisa merugikan pemeringah. Padahal rakyat memiliki pemikiran perlunya diperbanyak lagi jumlah sekolah. Tindakan pemerintah ini, kata Saeroen, membuat sakit hati rakyat.

Kita harap djikalau lihat ra’jat soeka kasih ma’af pada pemerentah di hari Lebaran itoe, poen pemerentah dengan serba pakaian baroe sebagi alamat ganti cara pendekatan pada ra’jat. Hanja sadja, kita tahoe bahwa pengharapan kita di atas ta’ akan berhasil. Di ini tanah djadjahan poen Lebaran tidak akan bisa mengadakan perdamaian kembali antara ra’jat pergeakan dan pemerintah asing...!” kata Saeroen.

Saeroen menggambarkan, orang-orang menyambug Lebaran selalu mengenakan pakaianbaru, lalu saling berkunjung untuk saling memaafkan. Dengan cara inilah, mereka memiliki wajah baru. Perselisihan dan sakit hati dilupakan. Yang ada saling mengerti, saling menghargai, dan saling memaafkan. Dengan wajah baru itu yang sebelumnya berselisih lantas berdamai setelah Lebaran.

Bagaimana dengan kemungkinan perdamaian pemerintah dengan rakyat sekarang? Maukah pemerintah mengenaiakan baju baru, menggunakan pendekatan baru yang tidak merugikan rakyat setelah Lebaran nanti?

Priyantono Oemar

Berita Terkait

Image

Halal Bihalal Dulu Disebut Alal Bahalal, Organisasi Katolik Juga Adakan Alal Bahalal untuk Rayakan Natal