Pitan

Mengapa RA Kartini Bersedia Menjadi Istri Bupati Rembang? Ini Alasan Pejuang Emansipasi Perempuan Itu

RA Kartini, pejuang emansipasi perempuan, pada akhirnya harus menjadi istri laki-laki yang sudah beristri. Apa alasan Ra Kartini bersedia dinikahi Bupati Rembang?

Seharusnya RA Kartini berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi atas beasiswa pemerintah. Tapi pada Juli 1903, Kartini meminta kepada pemerintah agar beasiswanya diberikan kepada Agus Salim, juara 1 di HBS.

Orang-orang di sekeliling RA Kartini berharap ia menjadi pohon yang rindang, tempat banyak orang berlindung. Agar menjadi pohon yang rindang, maka mereka tidak setuju jika RA Kartini pergi ke Belanda.

Kartini akan menjadi istri Bupati Rembang Raden Adipati Djojodiningrat. Apa yang membuat pejuang emansipasi perempuan itu memutuskan bersedia dinikahi oleh laki-laki yang sudah beristri?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Jangan Membaca Buku Lebih dari 1,5 Jam Hai Mahasiswa, Ini Tip Membaca Belajar-Kritis

“Di antara orang-orang senegeri yang kenal saya, semuanya mendoakan dan mengharapkan: ‘bendoro Ajeng Tini tidak boleh datang di mana pun kecuali di kabupaten’,” kata Kartini mengenai pendapat orang-orang kecil di sekelilingnya.

Ketika Bupati Rembang akan datang di Demak pada 17 Agustus 1903, Kartini meminta calon suaminya itu membawa serta anak-anaknya. Ia mengaku ingin berkenalan dengan mereka, karena ia menganggap anak-anak adalah kebagiaannya di masa mendatang.

“Anak-anak adalah hari depan saya; bagi merejalah saya hidup, bekerja, berjuang, dan menderita kalau perlu. Harapan saya, mudah-mudahan mereka akan dapat menaruh rasa kasih kepada saya,” kata Kartini.

Maka, Kartini pun melepaskan kebahagian pribadi demi kebahagiaan bangsa. “Bukankah telah saya katakana kepada Ibu bahwa kami telah lama melepaskan segala kebahagiaan pribadi? Sekarang hidup menuntut janji itu,” kata Kartini kepada Ny Abendanon yang biasa ia sapa sebagai ibu.

Kata Kartini, tidak ada sesuatu yang terlalu pahit, terlalu berat, terlalu keras baginya. “Apabila kami dengan perbuatan itu dapat membantu sekelumit pembangunan tugu peringatan yang indah, yaitu: kebhagiaan bangsa,” lanjut Kartini.

Oohya! Baca juga ya:

Cucu Sultan Agung Memberontak Setelah Amangkurat I Menghukum Mati Mertua, Trunojoyo Jadi Sekutu

Orang-orang ternyata lebih senang jika Kartini menikah dengan Bupati Rembang daripada melanjutkan sekolah ke Belanda. Kartini menerima nasib itu.

“Dapat dimaklumi apa sebabnya kawan-kawan saya yang sederhana bergembira ria. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Apabila ini benar, maka karena takdir Tuhan jalan hidup saya menempuh arah lain daripada yang telah saya rintis sendiri dalam angan-angan,” kata Kartini.

Kartini mengaku sedang menghadapi ujian. Bisa berbuat apakah untuk bangsa?

“Jangan cemas; calon suami saya tidak akan membatasi gerak saya. Bahkan sebaliknya, karena cita-cita saya yang membubung tinggi itulah, maka pandangannya terhadap saya naik,” kata RA Kartini kepada Nyonya Abendanon.

RA Kartini telah siap menjadi istri Bupati Rembang. Ia menyatakan jika calon suaminya akan membrikan kesempatan yang lebih banyak lagi untuk mengembangkan sayap.

Kartini menilai Bupati Rembang sebagai laki-laki yang cakap, mulai, dan akan mendampinginya dalam usahanya memajukan bangsa. Dengan demikian, RA Kartini bisa melanjutkan perjuangannya dalam emansipasi perempuan.

Oohya! Baca juga ya:

Mudik Lebaran Menjadi Terasing di Jalan Tol, Apalagi Jika Susah Mendapati Pengasoan

Menurut RA Kartini, Bupati Rembang sudah banyak berbuat untuk bangsa. “Selain berbudi, otaknya tajam dan cair,” kata Kartini.

Maka, Kartini mengatakan, pernikahannya dengan Bupati Rembang akan membuat perubahan besar. Sebab mereka bisa saling bantu dan bertukar pikiran dalam mengembangkan kemajuan bangsa.

Ia mengaku, calon suaminya memiliki kesamaan pemikiran. Bupati Rembang itu sudah pernah pergi ke Belanda.

“Hendaknya menjadi rahmat, menjadi tempat orang banyak berlindung; menjadi pohon yang rindang tempat orang banyak mendapat tempat bernaung dari panas terik matahari. Demikian harapan orang-orang tua yang dicuapkan kepada saya,” kata Kartini.

Kartini berharap bisa memenuhi keinginan para orang tua yang sederhana itu. Kartini mengakui ini menjadi kewajiban berat bagi dirinya.

Oohya! Baca juga ya:

Alibi Amangkurat I Ketika 7.000 Ulama-Santri Mataram Jadi Korban Pembantaian

Namun, jika ia bisa menjalankan dengan baik, ia mengaku, “Telah berbuat kebajikan yang tidak akan dapat saya lakukan dengan jalan lain mana pun.” Penikakahannya dengan Bupati Rembang dianggap sudah membawa kebaikan.

“Merupakan yang paling bagus dan yang paling diharapkan dari yang ada,” kata RA Kartini. Kartini lalu mengingat kembali setiap jawaban yang ia berikan ketika ada yang bertanya kepadanya mengenai cara mendidik para perempuan dan dan para gadis.

“Bangsa Jawa seperti bangsa-bangsa bersahaja lainnya adalah anak matahari, pemuja kilau dan kecemerlangan. Bah penuhilah harapan itu; berilah apa yang diinginkan hati mereka, tetapi di samping itu berilah juga sesuatu yang baik,” kata Kartini.

Telah memperjuangkan emansipasi perempuan, Kartini mengaku tidak dapat mengubah adat dengan kekerasan. “Bangsa kami yang masih seperti anak-anak akan mendapatkan apa yang mereka kehendaki, yang mengkilap berkilauan. Kemerdekaan perempuan datang juga tak terelakkan. Pasgti akan datang, hanya datangnya tidak dapat dipercepat,” kata RA Kartini.

Begitulah alasan RA Kartini bersedia menjadi istri Bupati Rembang. “Nasib celaka itu tak terelakkan; pasti; tetapi sesudah itu tak boleh tidak akan muncul kemenangan!” tegas RA Kartini.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Surat-Surat Kartini, penerjemah Sulatin Sutrisno (1985)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
oohya.republika@gmail.com