Kisah Ratu Kalinyamat Menyelamatkan Suaminya dari Aryo Penangsang dan Asal Usul Nama Makam Mantingan serta Seni Ukir Jepara
Pangeran Kalinyamat terluka akibat tusukan keris Aryo Penangsang dari Jipang. Dibantu istrinya, Ratu Kalinyamat, Pangeran Kalinyamat menyelamatkan diri hingga perbatasan Kudus-Jepara.
Aryo Penangsang berusaha membunuh Pangeran Kalinyamat di dekat Kudus. Pangeran Kalinyamat meninggal dunia sebelum tiba di Jepara.
Dalam upaya penyelamatan itu sebelum tiba di perbatasan Kudus-Jepara, terjadi beberapa peristiwa. Ada penduduk yang berpenerang obor menyalip Pangeran Kalinyamat dan Ratu Kalinyamat.
Daerah tempat menyalip itu dinamai Damaran. Damaran kini menjadi desa di wilayah Kudus.
Dalam perjalanan itu pula, Pangeran Kalinyamat sembuat menulis surat menggunakan bambu (bahasa Jawanya: pring). Jadilah tempat menulis itu diberi nama Pringtulis, yng kini merupakan desa di wilayah Jepara.
Oohya! Baca juga ya:
Pangeran Kalinyamat dan Ratu Kalinyamat sempat pula harus menerjang hujan dalam upaya menyelamatkan diri itu. Pangeran Kalinyamat harus dipayungi.
Nama daerah Pangeran Kalinyamat harus dipayungi itu diberi nama Mayong. Sekarang, Mayong merupakan desa di Jepara.
Ada waktunya juga Pangeran Kalinyamat dan Ratu Kalinyamat berjalan mendaki. Bahasa Jawanya mrambat. Maka daerah itu diberi nama Prambatan, yang sekarang masuk wilayah Kudus: ada Desa Prambatan Lor dan Prambatan Kidul.
Oohya! Baca juga ya:
Begitu tiba di perbatasan Kudus-Jepara, Pangeran Kalinyamat meninggal dunia. Saat meninggal datanglah banjir dengan suara yang menderu-deru. Dalam bahasa Jawa, krasak.
Dinamailah tempat itu Krasakmalang. Sekarang menjadi desa di wilayah Jepara.
Penduduk pun membantu mencari tempat yang cocok untuk memakamkan pemimpin Jepara itu. “Di tengah perjalanan menuju tempat yang dirasa cocok, jenazah montang-manting (bergerak), sekaligus memancarkan cahaya,” tulis De Locomotief, yang menyebut kisah ini belum ditulis di mana pun, karena merupakan cerita lisan.
Jenazah yang montang-manting memancarkan cahaya itu dianggap sebagai pertanda. Lokasi itulah yang diinginkan oleh Pangeran Kalinyamat sebagai lokasi makamnya.
Maka, daerah itu diberi nama Mantingan. Ratu Kalinyamat pun mencari lokasi tanah yang cocok untuk digali.
Penduduk pun menggali tanah untuk menguburkan jenazah Pangeran Kalinyamat. Ratu Kalinyamat memberi penghargaan kepada penduduk: Mantingan dibebaskan dari pungutan pajak.
Salah satu pengikut Pangeran Kalinyamat ada yang bernama Sunggingbadarduwung. Ia dari Cina dan telah masuk Islam pula.
Ia memiliki bakat membuat barang seni dari tanah liat dan kayu. Ia membuat ukiran untuk menggiasi kompleks makam Pangeran Kalinyamat.
Oohya! Baca juga ya:
15 November, Ini Cerita Kiai Sadrach Penginjil Sesat yang Sukses Mengkristenkan Orang Jawa
Ukiran pertama yang ia buat menggunakan tanah liat yang kemudian ia bakar. Masjid yang dibangun Ratu Kalinyamat dekat makam Pangeran Kalinyamat juga dihiasi beragam ukiran. Inilah awal mula adanya ukiran Jepara.
Ketika ratu Kalinyamat meninggal dunia pada 1579, jenazahnya kemudian juga dimakamkan di dekat makam suaminya. Sunggingbadarduwung juga dimakamkan di sini.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
De Locomotief, 26 Desmeber 1950
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]