Lincak

Siapa Keturunan Sahabat Ayah Kakek Sultan Agung yang Jadi Raja Mataram?

Ayah kakek Sultan Agung bersepakat dengan sahabatnya untuk berbagi kesempatan menjadi raja bagi keturunan mereka. Pada masa Amangkurat II ada keturunan dari sahabatnya yang memberontak. Berhasilkah?

Ayah kakek Sultan Agung bersepakat dengan sahabatnya,  Ki Ageng Giring, untuk berbagi kekuasaan. Caranya, anak keturunan Ki Ageng Giring diberi kesempatan menjadi raja, menyelingi keturunan ayah kakek Sultan Agung.

Ayah kakek Sultan Agung kelak memiliki keturunan yang menjadi raja Mataram,  penguasa Jawa. Hal itu diyakini karena ia telah meminum air kelapa muda yang disiapkan oleh Ki Ageng Giring.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ia berjanji akan memberikan kesempatan itu kepada Ki Ageng Giring setelah enam generasi. Raja Mataram ketujuh menjadi jatah untuk keturunan Ki Ageng Giring.

Oohya! Baca juga ya:

Ayah Kakek Sultan Agung Baru 20 Tahun Kemudian Terima Hadiah Hutan Mataram, Halo Joko Tingkir....

Terkabulkah kesepakatan itu? Mari kita simak kisahnya.

Di hitung sejak Ki Ageng Pemanahan hingga Amangkurat II, ada Senopati, Anyokrowati, Sultan Agung, dan Amangkurat I. Maka, setelah Amangkurat II adalah jatah keturunan Ki Ageng Giring.

Tapi rupanya, keturunan Ki Ageng Giring tidak sabar. Dua anak Ki Wonokusumo -- keturunan Ki Ageng Giring-- melakukan pemberontakan kepada Amangkurat II.

Pemberontakan mereka terhadap raja Mataram bisa ditumpas. Ki Wonokusumo menghilang, kedua anaknya mati sebagai pemberontak.

Oohya! Baca juga ya:

Diponegoro Seharusnya Berbahagia, tapi Ia Nelangsa Amat di Hari Lebaran Kali Ini

Saat memerintah, Amangkurat II penuh dengan cobaan. Ada pemberontakan Trunojoyo yang memerlukan bantuan Kompeni untuk menumpasnya.

Pemberontakan dua anak Wonokusumo menjadi tidak ada artinya dibandingkan dengan pemberontakan lainnya. Dua anak Wonokusumo, Joyo Lelono dan Joyo Paruso, yang memiliki ide merebut kekuasaan dari Amangkurat II.

Wonokusumo yang tadinya keberatan, akhirnya mendukung anak-anaknya. Mereka menyiapkan pasukan untuk menyerbu Kartosuro.

Saat terdesak, Wonokusuno mengerahkan kesaktiannya. ikatan jerami ia lepas dan batang-batang jerami terlempar ke arah pasukan Mataram laksana tombak-tombak yang dilempar.

Pasukan Mataram kocar-kacir. Demikian juga pasukan Kompeni yang membantu Raja Mataram Amangkurat II.

Hal itu memudahkan pasukan Wonokusuno bisa mencapai akun-alun keraton. Tapi di sana ada Pangeran Puger, yang kelak menjadi Pakuwono I dan merebut keraton pada masa Amangkurat III dengan bantuan Kompeni.

Oohya! Baca juga ya:

Kapan Lebaran Idul Fitri Pernah Berbeda?

Pasukan Puger bisa dengan mudah menggebuk pasukan Wonokusumo. Joyo Lelono tewas di tangan Puger, Joyo Paruso tewas di tangan prajurit Bali Nyoman Layangan.

Sebagai keturunan Ki Ageng Giring, kakek Joyo Lelono dan Joyo Paruso masih kerabat Sunan Tembayat. Sunan Tembayat tinggal di wilayah Pajang.

Orang-orang Tembayat, Pajang, dikenal sebagai kelonpok pemberontak terhadap raja-raja Mataram. Kendati mereka gagal merebut kekuasaan, sebenarnya keturunan Ki Ageng Giring sudah ikut berkuasa di Mataram sejak awal.

Itu terjadi karena Sutowijoyo tang menjadi raja Mataram yang pertama  dengan nama Panembahan Senopati, menikahi anak Ki Ageng Giring. Mereka memiliki anak yang dikenal sebagai Panembahan Puruboyo.

Panembahan Puruboyo (Purboyo) merupakan penasihat Sultan Agung. Ia juga membantu penyerbuan Kompeni di Batavia.

Pangeran Puger yang kemudian menjadi Pakubuwono I adalah keturunan Ki Ageng Giring yang ditukar saat bayi dengan anak Amangkurat I yang lahir cacat.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
- Awal Kebangkitan Mataram, karya Dr HJ de Graaf (1987)
- Babad Tanah Jawi, penerjemah Amir Rokhyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]