Tangan Mumi Firaun Bergerak, Bangsa Mesir Kuno Masygul Firaun Mati
Mayat Firaun (Ramses II) dibawa dari Jazirah Arab. Menggunakan perahu melintasi Sungai Nil menuju Piramida Agung, mayat Firaun disambut dengan tangisan orang-orang Mesir yang ada di dua sisi sungai.
Mereka membawa keranjang papirus penuh mawar, menaburkannya ke sungai sambil menangis saat perahu mayat Firaun melintas. Mereka merasa masygul tuhannya telah mati tenggelam ketika mengejar Musa, dan ketika mayat Firaun dikubur, mereka berteriak berulang-ulang dalam sedih: Firaun tidak mungkin mati.
Para arkeolog meneliti mumi Firaun pada 1902, saat kain yang dililitkan pada mumi Firaun dibuka, tangan kiri mumi itu bergerak terangkat. Para arkeolog kaget, sebab mumi lain tidak memperlihatkan keanehan ini.
Oohya! Baca juga ya:
Pesta untuk De Kock Sebelum Diponegoro Ditangkap
“Sungguh aneh, tangan dari jasad yang telah menjadi tulang belulang itu terangkat ke atas, seolah-olah membela diri dari bahaya yang mengancam,” komentar seorang peneliti.
Mumi Firaun yang tangannya ke atas ini adalah mumi dari Firuan yang dibawa dari Jazirah Arab. Ia mati karena tenggelam ketika mengejar Musa dan orang-orang Israel.
Ketika Musa dan pengikutnya sudah melintasi dasar laut yang airnya terbelah, Firaun dan tentaranya baru tiba di pantai. Tetap mengendarai kereta kuda, Firaun dan tentaranya pun melintas jalan di dasar laut itu untuk mengejar Musa.
“Detik-detik menjelang babak akhir, iring-iringan kereta terhenti karena roda kereta terperosok ke dalam yang tiba-tiba menjadi becek,” sadur Amanullah Halim. Fiaun heran dasar laut itu tiba-tiba menjadi jalan berlumpur.
Musa dan pengikutnya sudah tiba di pantai Hijaz (Arab), tentara Firaun belum bisa menangani roda yang terperosok. Air laut yang terbelah menyatu kembali memunculkan ombak yang menggulung Firaun dan tentara Mesir.
Oohya! Baca juga ya:
Bicara Simbol, Beda Jokowi dengan Sunan Kudus dalam Membangun Kota
“Kitab-kitab seperti Taurat, Injil, dan Alquran tidak menyebutkan apa yang terjadi setelah Firaun tenggelam. Akan tetapi kita bisa berimajinasi, apa yang mungkin akan terjadi setelah Firaun tenggelam? Dan, bagaimana bangsa Mesir menghadapi berita itu?" kata Khalid Ali Nabhan, penulis buku-buku sejarah Timur Tengah.
Maka, inilah imajinasi Khalid Ali Nabhan. Bangsa Mesir pengikut Firaun tentu merasa masygul mendengar berita tuhan tertinggi mereka telah mati. Berkali-kali Firaun berujar, seperti dinyatakan dalam Alquran, surah an-Nazi’at ayat 24: Aku adalah tuhan kalian yang paling tinggi.
Lalu mereka berdiri di dua sisi Sungai Nil, menyambut kedatangan mayat Firaun yang dibawa dengan perahu dari Jazirah Arab. Mereka menangis, membawa keranjang papirus yang penuh dengan bunga mawar.
Perahu mayat melintas, mereja menaburkan mawar ke sungai, dalam sedih berteriak berulang-ulang: Keabadian untuk Firaun. Saat mayat dimakamkan di piramida, orang-oang Mesir menunggu di luar piramida dan meratap berulang-ulang: Firaun tidak mungkin mati.
Tak ada yang berani menggunakan perahu yang membawa mayat tuhan itu. Maka, perahu itu pun kemudian dikuburkan di dekat kuburan Firaun, di dekat Piramida Khufu, kemudian ditutup dengan batu-batu besar.
“Secara salah, perahu itu dinamai dengan Perahu Khufu atau Perahu Matahari,” kata Khalid Ali Nabhan.
Oohya! Baca juga ya:
De Kock Sukses Tipu Diponegoro, Mengapa Batal Jadi Gubernur Jenderal?
Firaun yang mengklaim dirinya sebagai tuhan tertinggi bangsa Mesir, yang bertindak sewenang-wenang, mati oleh air yang lunak. “Laut menumpahkan air dari atas menimpa tubuh Firaun dan seluruh prajuritnya,” kata Amanullah Halim.
“Dengan refleks,” lanjut Amanullah Halim, “Firaun mengangkat tangan kiri yang menggenggam perisai dengan maksud melindungi tubuhnya dari hantaman ombak yang mengarah kepadanya.”
“Hantaman ombak yang dahsyat dan genggaman tangan Firaun yang kuat mencengkeram perisai, menyebabkan terjadinya kontraksi hebat pada otot lengan kiri yang berakibat tidak berubahnya posisi lengan dalam keadaan setengah terangkat, sampai ia mati di telan ombak dan sampai sekian ribu tahun lamanya,” lanjut Amanullah Halim.
Setelah mati tenggelam, Allah kemudian menyelamatkan jasad Firaun dengan mengempaskannya ke daratan. Jasad itu ribuan tahun kemudian tetap bisa disaksikan.
“Pada hari itu Kami selamatkan jasadmu agar engkau menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelah engkau. Sesungguhnya kebanyakan manusia benar0benar lengah (tidak mengindahkan) tanda-tanda (kekuasaan) Kami,” kata Khalid Ali Naban, mengitup Alquran Surah Yunus ayat 99-92.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
- Firaun & Musa, karya Khalid Ali Nabhan (2023)
- Musa versus Firaun, disadur olah Amanlullah Halim (2011) dari Musa wa Harun karya Dr Rusydi al_Badrawi dan Qishash al-Anbiya’ karya Syaikh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]