Lincak

Bung Karno tidak Berpuasa Saat Ramadhan 1945, Ini Alasan Ia Minum Air Soda

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 bertepatan dengan 9 Ramadhan 1364 Hijriyah. Mengapa Bung Karno meminum air soda? Apakah ia tidak berpuasa?

Meski ikut makan sahur setelah penyusunan naskah proklamasi, Bung Karno tidak berpuasa. Hari itu, bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya.

Hari Proklamasi, 17 Agustus 1945, bertepatan dengan 9 Ramadhan 1364 Hijriyah. “Aku hanya letih. Sangat letih. Dan jam telah menunjukkan angka empat pagi,” kata Bung Karno sepulangnya dari rumah Laksamana Maeda, tempat menyusun naskah proklamasi.

Bung Karno tidak merayakan Proklamasi Kemerdekaan itu dengan mengangkat gelas. Yang ada hanya air soda panas untuk memulihkan stamina Bung Karno. Apa alasan Bung Karno sehingga tidak berpuasa?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Cicipi Sukiyaki, Bung Karno Lalu Bantu Jepang Usir Belanda

Pukul 03.00 pada 16 Agustus 1945, Bung Karno belum tidur. “Aku tidak bisa tidur dan duduk di kamar makan seorang diri makan sahur,” kata Bung Karno.

Dini hari itu, beberapa pemuda datang di rumah Bung Karno, memaksa Bung Karno untuk segera berpakaian. Mereka akan membawanya ke Rengasdengklok bersama Bung Hatta.

Para pemuda itu ingin Bung Karno dan Bung Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun, Bung Karno menolaknya, karena ia sudah memilih waktu yang tepat untuk memproklamasikannya, yaitu tanggal 17.

“Alquran diturunkan tanggal 17. Orang Islam sembahyang 17 rakaat dalam sehari. Mengapa Nabi Muhammad memerintahkan 17 rakaat, mengapa tidak 10 atau 20 saja? Oleh karena kesucian angka 17 itu bukanlah buatan manusia,” kata Bung Karno.

Seharian Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok. Sore hari mereka dijemput pulang ke Jakarta.

Oohya! Baca juga ya:

Nabi Musa Bertemu Tuhan Ternyata di Arab Saudi, Bukan di Mesir?

“Jam enam di waktu Maghrib, setelah kami selesai berbuka, Ahmad Subarjo datang dengan mobil Skoda buatan Ceko yang sudah reyot dan bunyinya seperti orang tua kepayahan,” kata Bung Karno.

“Saya datang untuk menjemput Bung Karno,” kata Ahmad Subardjo. Bung Karno tidak menduga Ahmad Subardjo bisa mengetahui lokasi Bung Karno – Bung Hatta disembunyikan oleh para pemuda.

Tiba di Jakarta, Bung Karno juga tidak bisa langsung tidur karena harus berkumpul di rumah Maeda menyusun naskah proklamasi. Para penyusun naskah berkumpul di meja bundar di ruang makan, sedangkan para pemuda berkumpul di ruang utama.

Ketika naskah selesai disusun, Bung Karno dan Bung Hatta meminta semua yang hadir, termasuk para pemuda, menandatangani naskah itu. Tetapi Sukarni, pimpinan pemuda yang menculik Bung Karno – Bung Hatta, menolaknya.

“Tidak baik kita semua yang menandatanganinya, cukuplah Sukarno-Hatta saja atas nama semua rakyat Indonesia," kata Sukarni.

Saat Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi yang telah disetujui hadirin itu, Bung Karno ikut makan sahur. Lalu pulang ke Pegangsaan Timur 56.

Oohya! Baca juga ya:

Bagaimana Mengatur Pengeras Suara Masjid? Begini Menurut DMI

Setiba di rumah, Bung Karno juga tidak bisa tidur. Ia menghabiskan waktu dengan menulis surat, yang harus dikawatkan berbagai daerah. Ada yang perintahnya sederhana, ada yang terinci.

Salah satunya: “Besok Saudara akan mendengar melalui radio, bahwa kita sekarang telah menjadi rakyat yang merdeka. Begitu Saudara mendengar berita itu, bentuklah segera komite kemerdekaan daerah di seitiap kota dalam daerah Saudara.”

“Aku menulis berlusin-lusin surat, hingga akhirnya aku rebah,” kata Bung Karno. Ia pun mengeluhkannya kepada istrinya, Fatmawati, “Badanku tidak enak. Aku sakit.”

Bung Karno masih ingin melanjutkan menulis surat, tapi sudah tidak berdaya. Dokter Suharto menyarankan untuk istirahat dan tidak boleh ada yang mengganggunya.

Kendati begitu Bung Karno tak bisa tidur nyenyak. Ia masih bisa mendengar orang-orang yang mulai berdatangan untuk menyaksikan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan.

Oohya! Baca juga ya:

Hang Tuah Dikerjai Gajah Mada di Pasar, Mengapa Patih Majapahit Itu Malu?

Ia harus segera bangun untuk membacakan Proklamasi Kemerdekaan bersama Bung Hatta. Di belakang rumah, dapur umum disiapkan oleh Fatmawati untuk makan orang-orang yang datang.

“Kami pun tidak ‘mengangkat gelas’ untuk keselamatan. Sepanjang ingatanku, kalaupun ada minuman yang disediakan, ia hanya berupa air soda panas untuk membangkitkan kembali kekuatan dari segelintir manusia yang tidak karuan dan tidak tidur selama dua hari,” kata Bung Karno.

Sehabis rangkaian upacara proklamasi kemerdekaan, Bung Karno kelelahan. Tapi ia masih melayani lima opsir Jepang yang datang, melayani para pemuda yang telat datang dan meminta Bung Karno mengulang pembacaan proklamasi.

Rupanya, dalam kondisi sakit karena serangan malaria dan lelah, benarkah Bung Karno ikut shalat Jumat di Masjid Matraman, sekitar 300 meter dari Jalan Pegangsaan Timur 56? Bisa jadi ia melanjutkan istirahatnya, karena esok harinya, 18 Agustus 1945, ia harus memimpin sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Ia menyudahi sidang pada pukul 16.12, lalu pulang. Di tengah perjalanan pulang ia bertemu dengan pedagang sate keliling. Ia panggil, lalu pesan 50 tusuk sate.

“Sekarang, oleh karena ada hadir tuan-tuan yang tidak berpuasa, yang juga beragama Islam, saya mengadakan pauze sampai jam tiga,” ujar Bung Karno menyetop sementara sidang PPKI pukul 13.50.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
- Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, karya Cindy Adams (1986, cetakan keempat)
- Jejak Intel Jepang, karya Wenri Wanhar (2014)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]