Lincak

Untung Suropati Membakar Rumah-Rumah di Keraton Amangkurat, Dendam kepada Raja Mataram atau Tipu Muslihat untuk Kompeni?

Ilustrasi karya Tirto dari Gresik ini menggambarkan penyerangan Kapten Tack oleh Suropati pada 1686 di keraton Mataram. Sebelumnya, Untung Suropati membajar rumah-rumah di keraton Amangkurat.

Susuhunan Amangkurat II duduk di siti inggil. Dari sini, ia bisa menyaksikan pepetangan antara pasukan Untung Suropati dan pasukan Kompeni yang mengiring Kapten Tack.

"Maka mustahil gedung-gedung keraton lainnya sekeliling siti inggil itu dibakar pada saat yang sama," tulis HJ de Graaf.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Setelah lolos dari pengepungan pasukan Mataram, Suropati dan pengikutnya mekarikan diri ke arah timur. Ia kemudian membakar rumah-tumah di Gumpang untuk menyampaikan pesan sebagai balas dendam terhadap raja.

Oohya! Baca juga ya:

Angkat Isu Perubahan Iklim, Delapan Musisi Adakan Konser Ramah Lingkungan di Malang

Sebelum Suropati berperang melawan Kapten Tack di akun-alun, Suropati telah membajar bangunan-bangunan di keraton. Pada awalnya bangunan pasowan kidul dibakar atas perintah Tumenggung Surabaya, tetapi diinformasikan bahwa Suropatilah yang membakar.

Tapi di kemudian hari, Kompeni mengetahui semua itu hanya taktik belaka. Seolah-olah Amangkurat II benar-benar ingin menangkap Untung Suropati.

Suropati yang tidak terima karena akan diserahkan kepada Kompeni, lalu membalas dendam kepada raja. Maka ia pun membakar rumah-rumah di Gumpang.

"Rumah-rumah yang dibakar di sana ternyata muslihat untuk memperdaya Belanda supaya meninggalkan basisnya," tulis De Graaf.

Oohya! Baca juga ya:

Pokoknya Aku tidak Mau, Teriak Untung Suropati di Keraton Amangkurat Sebelum Perwira Kompeni Kapten Tack Tiba

Ketika Kapten Tack tiba di Kartosuro, ia memang menyaksikan rumah-rumah yang terbakar. Ada pesan yang ingin disampaikan kepadanya lewat kebakaran ini.

Bahwa pengepungan terhadap Suropati memunculkan peperangan yang membuat rumah-rumah terbakar. Suropati yang berhasil meloloskan diri juga melakukan aksi bakar-bakar lagi sebagai balas dendam.

Kapten Tack tentu saja mempercayai hal ini, sehingga dia perlu turun langsung memburu  Suropati. Ia teperdaya oleh aksi Suropati.

Maka ia ikiut pergi ke Gumpang dengan harapan masih bisa bertemu dengan Untumg Suropati yang sedang membakar rumah-rumah. Kenyataannya, ia tak menemukan siapa pun di Gumpang.

Siasat telah diatur ketika Kapten Tack masih dalam perjalanan dari Semarang. Suropati harus mengamuk ketika Kapten Tack tiba.

"Supaya jangan timbul kecurigaan, Suropati juga akan menyerang keraton dan di sana-dini membajar beberapa bangunan yang tidak berharga," tulis De Graaf mengutip keterangan anak laki-laki Cakraningrat.

Oohya! Baca juga ya:

Hilangnya Narasi Perlindungan Nelayan di Visi Misi Capres-Cawapres, Ini Kata Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan

Maka tak heran jika setelah Kapten Tack terbunuh, Suropati melakukan pawai keliling alun-alun. Setelah itu melarikan diri ke arah timur.

Tak ada upaya lagi menyerang keraton. Ini yang kemudian menperkuat dugaan Kompeni bahwa Amangkurat II memang melindungi Suropati. Namun Amangkurat II menyangkal.

Amukan Suropati yang merusak keraton ditunjukkan sebagai bukti. Karenanya, Amangkurat II mengelak dari tanggung jawab atas kematian Kapten Tack.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Terbunuhnya Kapten Tack karya Dr HJ de Graaf (1989)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com