Lincak

Negeri Hitu yang Dibantu Ratu Kalinyamat Ternyata Pusat Perdagangan di Maluku yang Memberi Kemakmuran Orang Jawa Sejak Zaman Majapahit

Pelabuhan Hitu, di masa lalu menjadi pusat perdagangan rempah yang memakmurkan orang Jawa.

Negeri Hitu di Maluku, kata Hamka, menjadi pusat perdagangan yang memberi kemakmuran bagi orang Jawa sejak zaman Majapahit. Ketika Portugis datang di Hitu, Ratu Kalinyamat pun membantu Hitu mengusir Portugis.

Pada abad ke-17, Portugis menguasai Maluku. Dengan bantuan dari Ratu Kalinyamat, bangsa Hitu memerangi Portugis pada 1664-1665.

Bangsa Hitu pun meminta bantuan kepada bangsa Hative yang masih seketurunan. Namun, bangsa Hative ternyata sudah berpihak kepada Portugis, sehingga pasukan yang dikirim Ratu Kalinyamat juga memerangi bangsa Hative.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

De Graaf dan Pigeaud menyebut pasukan Ratu Kalinyamat bertindak keras selama di Maluku. Namun tidak disebutkan menang tidaknya melawan Portugis.

Oohya! Baca juga ya: Jangan Heran Jika Si Mawar dan Si Manis Jadi Anggota Parlemen Aceh di Abad ke-17, Ini Kata Hamka Setelah Mengetahui Perjuangan Cut Nyak Dien

Sejak abad ke-15 Maluku sudah menjadi sumber komoditas rempah. Ada cengkih, pala, bunga pala, dan kayu manis. Komoditas ini merupakan komoditas penting yang banyak penggemarnya.

“Pada abad ke-15 Maluku merupakan pusat perdagangan cengkih di bagian timur Nusnatara, khususnya di Maluku Utara sebelah barat Pulau Halmahera,” tulis Tim Peneliti Pusat Arkeologi Nasional Balitbang Dikbud pada 2017.

Kerajaan Hitu menjadi salah satu pusat perdagangan rempah di kawasan Maluku hingga setelah Islam masuk. Berkembangnya Kerajaan Hitu tidak bisa dilepaskan dari rute perdagangan dan jalur rempah yang mendatangkan pedagang dan pendakwah.

“Hal ini juga sekaligus membuat Pelabuhan Hitu menjadi multi-etnis. Adanya pemukiman orang Jawa di Hitu juga merupakan sebab dari rempah cengkeh yang menjadi salah satu komoditi perdagangan,” tulis Doni Ahmadi di jalurrempah.kemdikbud.go.id.

Dalam penelitian arkeologi itu, tim peneliti mendapatkan berbagai artefak di situs-situs permukiman tua di Maluku. Artefak itu antara lain keramik dan mata uang.

Oohya! Baca juga ya: Malaka yang Pernah Diserang Dipati Unus dan Ratu Kalinyamat, Pantun Lama Ini Gambarkan Harapan Bantuan dari Jawa

“Temuan-temuan tersebut memiliki korelasi kuat dengan data tekstual yang menggambarkan aktivitas perdagangan maupun interaksi budaya yang terjadi di kawasan Jazirah Lehitu hingga Ambon,” lanjut Tim Peneliti Pusat Arkeologi Nasional Balitbang Dikbud.

Yang mendapat keuntungan dari Hitu di pesisir Pulau Ambon itu antara lain negeri Somba Opu, Patani, Johor, Banjar, dan Blambangan. Kapal-kapal pedagang dari Jawa, Cina, Arab, dan Makassar banyak yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhan yang ada di Maluku.

Pelabuhan-pelabuan yang ada di Maluku saling terhubung. Pelabuhan Hitu masih menjadi tempat distribusi dari komiditas cengkih dan pala.

Masih ada petani yang masih mempertahankan tradisi menanam pala dan cengkih. Padahal harga cengkih dan pala sudah turun drastis

“Pola pelayaran masa lalu setidaknya masih terlihat hingga sekarang di wilayah Hitu. Salah satu bukti yang tim temukan di Pulau Seram Barat Desa Waiputih, hingga sekarang masyarakat di sana masih mengirimkan hasil cengkihnya ke Pelabuhan Hitu untuk didistribusikan ke kawasan lainnya,” tulis Tim Peneliti Pusat Arkeologi Nasional Balitbang Dikbud.

Pada abad ke-16 itu, Kompeni juga sudah masuk di Maluku. Kompeni menaklukkan Ambon pada 23 Februari 1605. Kompeni mengerahkan pasukan dari Ternate, Luhu, Hitu, Gowa, dan Jawa.

Kehadiran Kompeni mengganti perdagangan rempah yang dilakukan oleh pedagang-pedagang Nusantara, termasuk pedagang dari Jawa. “Sejak daerah itu dikuasai Kompeni, Jawa bertambah miskin,” tulis Hamka.

Oohya! Baca juga ya: Kisah Ratu Kalinyamat Menyelamatkan Suaminya dari Aryo Penangsang dan Asal Usul Nama Makam Mantingan serta Seni Ukir Jepara

Di Jawa, Kompeni terus menggalang persahabatan dengan Mataram setelah Sultan Agung yang antikompeni meninggal dunia. Kompeni, kata Hamka, mengirimkan delegasi ke Mataram ssetiap tahun sebagai tanda persahabatan.

Kompeni makin kuat mencengkeram Jawa. Ketika orang Mataram hendak bepergian ke wilayah yang sudah dikuasai Kompeni, mereka harus bisa menunjukkan surat izin dari Kompeni. Perdagangan pun terganggu oleh surat izin ini.

Membuat Kompeni semakin berkuasa di Jawa, Susuhunan Amangkurat I pun dimusuhi penduduk pesisir. Pangeran Giri yang memulainya dengan menempatkan Amangkurat I sebagai musuh Islam.

Pangeran Giri kemudian mendapat sekutu dari Madura (Trunojoyo) dan Makassar (Karaeng Galesong).

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
- Dari Perbendaharaan Lama karya Prof Dr Hamka (1994)
- Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa karya HJ de Graaf dan G Th Pigeaud (1985)
- Pola Perdagangan dan Jaringan Pelayaran di Maluku Tengah Abad XV-XVII dari Hitu ke Ambon karya Tim Peneliti Pusat Arkeologi Nasional Balitbang Dikbud (2017)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]