Lincak

Tak Hadiri Kongres Pemuda Indonesia II, Apakah Sukarno tak Punya Ongkos untuk ke Jakarta?

Para pemuda peserta Kongres Pemuda Indonesia Kedua, sudah banyak yang mengenakan pakaian Barat. Pada dekade 1920-an, selain berganti pakaian, banyak pemuda yang menguasai bahasa Belanda. Bahasa Belanda pada saat itu bisa untuk panjat sosial (foto: repro majalah media muda)

Sukarno tidak menghadiri Kongres Pemuda Indonesia II. Namun, dalam buku biografinya, Sukarno mengklaim bahwa dirinya pada 28 Oktober 1928 ikut mengikrarkan Sumpah Pemuda.

Pada tanggal 28 Oktober tahun ’28 Sukarno dengan resmi mengikrarkan sumpah khidmat: “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa.” Di tahun 1928 untuk pertama kali kami menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”. Demikian Cindy Adams menuliskannya.

Pada 28 Oktober 1928 Sukarno tidak ada di acara Kongres Pemuda Indonesia II, bagaimana ia ikut mengikrarkan Sumpah Pemuda? Mengapa Sukarno tidak menghadiri Kongres Pemuda?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Meliput Kongres Pemuda, WR Supratman Dapat Inspirasi untuk Lagu 'Indonesia Raya'

Pada 1928 itu, Sukarno sudah berusia 27 tahun. Ia lahir pada 6 Juni 1901. Ia sudah menikahi Inggit Ganarsih.

Di jaman ini orang telah mengakuiku sebagai pemimpin, akan tetapi keadaanku masih tetap melarat. Inggit mencaripenghasilan dengan menjual bedak dan bahan kecantikan yang dibuatnya sendiri di daapur kami. Selain itu kami menerima orang bayar-makan, sekalipun rumah kami di Jalan Dewi Sartika 22 kecil saja.

Di rumah Sukarno ada Suhardi, Dr Samsi, dan Ir Anwari. Kamar tengah digunakan sebagai kantor biro arsitek, beranda digunakan kantor akuntan.

Sewa rumah seluruhnya 75 sebulan. Uang makan Suhardi kira-kira 35 rupiah. Kukatakan ‘kira-kira’ oleh karena selain jumlah itu aku sering meminjam beberapa rupiah ekstra. Bahkan Inggit sendiri pun meminjam sedikit-sedikit dari dia.

Oohya! Baca juga ya: Pasang Bendera Kecil di Sepeda Menjelang Sumpah Pemuda 1928, Ada Pandu yang Dipukuli Polisi

Apakah Sukarno tak punya ongkos untuk menghadiri Kongres Pemuda, sehingga ia hanya bisa mengirim naskah pidato sambutan? Tan Malaka juga mengirim sambutan tertulis. Rasanya tidak mungkin Sukarno tak memiliki ongkos, karena Sukarno sering berkeliling memperkenalkan PNI yang ia dirikan pada 1927. Bantuan untuknya juga mengalir dari teman-temannya.

Adalah suatu rahmat dari Tuhan yang Maha Pengasih, bahwa kami diberi-Nya nafkah dengan jalan yang kecil-kecil. Kalau ada kawan mempunyai uang kelebihan beberapa sen, tak ayal lagi kami tentu mendapat suguhan kopi dan peuyeum.

Ia pernah berjanji kepada rekannya, Sutoto, untuk mentraktirnya karena Sutoto sering mentraktir minum. Namun, suatu saat ketika Sutoto mampir ke rumah Sukarno, Sukarno tak bisa memberi suguhan.

“Maaf, Sutoto, aku tidak dapat bertindak sebagai tuan rumah untukmu. Aku tidak punya uang.”
Kemudian Sutoto mengeluh, “Ah, Bung selalu tidak punya uang.”

Sebenarnya, yang sudah “tua” pada 1928 itu tidak hanya Sukarno. Sartono, dari PNI Jakarta, lahir pada 5 Agustus 1900. Lebih tua 10 bulan dari Sukarno, tetapi Sartono hadir di Kongres Pemuda Indonesia II.

Soenario lahir pada 28 Agustus 1902, lebih muda 14 bulan dari Sukarno. Soenario juga hadir di Kongres Pemuda Indonesia II. Muh Yamin, yang menjadi sekretaris panitia kongres, umurnya juga tak beda jauh dari Sukarno. Yamin lahir pada 24 Agustus 1903.

Oohya! Baca juga ya: Bukan Sin Po yang Memuat Pertama Kali Lagu 'Indonesia Raya', Melainkan Koran di Bandung

Lalu apa isi sambutan Sukarno yang dibacakan di pembukaan Kongres Pemuda itu? Susah mencari catatannya. Sukarno tak menyinggungnya di buku biografinya. Pun tak ada di Dibawah Bendera Revolusi.

Buku 45 Tahun Sumpah Pemuda juga tidak membahas isi sambutannya. Panitia juga tidak memiliki dokumen, karena panitia tak membuat laporan sebagaimana yang dilakukan oleh Panitia Kongres Pemuda Indonesia I. Semua naskah pidato pada Kongres Pemuda Indonesia I dalam bahasa Belanda ada di dalam laporan panitia.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams (1986)
45 Tahun Sumpah Pemuda karya Subagio Reksodipuro dan Soebagijo IN (1974)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi