Kendeng

Legenda Grobogan tentang Aji Saka dan Sumur Garam di Buku Ini Sedikit Berbeda dengan yang Ditulis De Expres

Ilustrasi di buku Javaansche Sagen en Legenden: Zeden en Gewonten, naga yang baru menetas dari telur, ternyata anak dari Aji Saka.

Buku ini ditulis untuk siswa pendidikan dasar di Belanda dan Indonesia. Di dalamnya ada kisah Aji Saka pergi ke Kerajaan Medang Kamulan di Grobogan, Jawa Tengah.

Judulnya Javaansche Sagen en Legenden: Zeden en Gewonten. Ditulis oleh JL Amerika dan A Suardi, terbit pada tahun 1925. Ceritanya ada sedikit perbedaan dengan kisah yang diceritakan di koran De Expres pada 1913

Oohya! Baca juga ya:

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Legenda Grobogan, Aji Saka dan Aksara Jawa Ciptaannya yang Membuat Pribumi Dipenjara oleh Belanda

Di buku ini, pembantu Aji Saka –Dora dan Sembada—berantem sebelum Aji Saka tiba di Istana Medang Kamulan. Lalu, ia juga tidak membunuh Raja Medang Kamulan, melainkan melemparkannya ke laut selatan.

Ceritanya, ia menghadap Patih Medang Kamulan agar dipertemukan dengan Raja, tanpa mengubah dirinya menjadi anak kecil. Kepada Raja Medang Kamulan, Aji Saka mengutarakan niatnya untuk mengabdi, namun ayahnya meminta sebidang tanah, seluas ikat kepala yang ia pakai.

Sang Raja pun lalu meminta Aji Saka melepaskan ikat kepalanya untuk dipakai mengukur luas tanah yang akan diberkan kepada Aji Saka. Ia pegang ikat kepala Aji Saka, namun yang terjadi: kain ikat kepala itu uterus melebar.

Oohya! Baca juga ya:

Nasi, Roti, dan Mawar untuk Solidaritas Persaudaraan Perempuan Dunia

Raja Medang Kamulan pun harus terus berjalan mundur sambil memegang ujung ikat kepala. Hingga akhirnya ia tiba di pantai laut selatan.

Aji Saka pun mendorong Raja hingga Raja terjatuh ke buih ombak. Raja berubah menjadi buaya putih. Dan wilayah yang tertutupi kain ikat kepalanya menjadi milik Aji Saja.

Di buku ini juga diceritakan, Aji Saka memiliki anak berwujud naga. Ia menugasi naga itu untuk melawan buaya putih di laut selatan.

Oohya! Baca juga ya:

Mengapa Relawan Projo Memilih Deklarasi Dukung Prabowo di Pinggir Jalan?

Di laut selatan, pertarungan sengit terjadi dan si naga berhasil mengalahkan buaya putih. Ia kemudian pulang untuk melaporkan kepada Aji Saka.

Untuk mempersingkat perjalanan, ia menggunakan jalur bawah bumi. Namun karena gelap, ia tak mengetahui arah yang pasti.

Ia pun sering muncul ke permukaan tanah untuk melihat arah. Bekas kemunculannay di permukaan menjadi sumur-sumur berair asin.

Sumur-sumur itu muncul di berbagai tempat sesuai kemunculannya, termasuk yang di Bleduk Kuwu berupa sumur lumpur. Sumur lumpu di Bleduk Kuwu ini terus meletupkan lumpur yang membawa air asin.

Oohya! Baca juga ya:

Begini Suasana Pembukaan Kongres Pemuda Indonesia Kedua, Ada Interupsi dari Polisi

Karena pdalam erjalanan pulang itu ia berkali-kali harus muncul ke permukaan untuk mencari arah, ia dianggap seperti orang linglung itu. Maka ia pun diberi nama Jaka Linglung.

Sumur-sumur bekas lubang saat ia muncul ke permukaan itu kemudian dimanfaatkan oleh penduduk Grobagan untuk membuat garam.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Javaansche Sagen en Legenden: Zeden en Gewonten karya JL Amerika dan A Suardi (1925)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

 

Berita Terkait

Image

Ini Syarat Gelar Pahlawan Nasional, Bupati Grobogan Ini Memenuhi?

Image

Bikin Trilogi Pedesaan, Layakkah Bupati Grobogan Ini Jadi Pahlawan Nasional?

Image

Siapa yang Layak Jadi Pahlawan Nasional dari Grobogan?