Sekapur Sirih

Pejabat Terus Korupsi, Apa Jadinya Dunia Tanpa Indonesia?

Yudi Latif meluncurkan buku Aja jadinya Dunia Tanpa Indonesia? Namun, apa Indonesia bisa menjadi negara besar yang berpengaruh dan penduduknya sejahtera jika para pejabat terus melakukan korupsi dan kolusi sehingga alam hancur dan masyarakat terpinggirkan? Sumber: priyantono oemar

Setelah meminta informasi dari seorang teman yang menjadi pejabat di Kemendikdasmen, mengenai penggunaan akan imitasi (AI) dalam penulisan buku Apa Jadinya Dunia Tanpa Indonesia?, saya pun membeli buku itu. Kemendikdasmen menjadi salah satu pendukung penerbitan buku ini, dan teman yang menjadi pejabat di Kemendikdasmen itu, di media sosialnya menunjukkan buku yang berbobot ini –tidak hanya bobot isinya, melainkan juga bobot fisiknya, dengan tebal 784 halaman, tentu bobotnya sekitar satu kilogram.

Di Prawacana, Yudi Latif, penulis buku yang juga didukung oleh Aliansi Kebangsaan yang dipimpin Ponco Sutowo itu, menceritakan pertemuannya dengan AI yang ia gunakan untuk membantu menelusuri sumber-sumber bahan tulisan untuk bukunya. Hal itu tentu saja membuat jangkauan bahan pustakanya jauh melampaui kemampuan manusia tanpa bantuan AI.

Sayangnya, Yudi juga tak menyebut lama waktu yang dapat dipersingkat oleh AI dalam berselancar mencari sumber-sumber pustaka dibandingkan jika tetap bertahan dengan kemampuannya sendiri mencari sumber-sumber pustaka lewat mesin pencari Google ataupun lewat perpustakaan. Sayangnya pula, Yudi menampilkan terpidana korupsi yang telah dibebaskan bersyarat sebagai mitra bestari untuk tulisan Bagian I, yang bicara tentang geologi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sebagai pertanggungjawabannya atas penggunaan AI itu, Yudi melibatkan mitra bestari untuk untuk mendapatkan keakuratan isi tulisannya, seperti yang biasa dilakukan oleh penulis akademik untuk jurnal-jurnal internasional –padahal buku ini diklaim Yudi bukan sebagai tulisan akademik.

Mitra bestari juga ia perlukan, karena bahasan di buku ini lintas bidang, memerlukan tinjauan dari ahli-ahli yang kredidel dan berintegritas. Ada 22 bidang bahasan, mulai dari geologi hingga bahasa.

Komentar mitra bestari masing-masing bidang dimuat di halaman sebelum halaman judul masing-masing bidang. Mitra bestari untuk bidang geologi yang ditempatkan di bagian pertama, sungguh sangat mengganggu saya dalam menikmati keseluruhan isi buku ini.

Mengapa Yudi Latif tidak mencari pengganti mitra bestari bidang geologi itu? Ia memilih Dirjen Mineral dan Batubara 2020 – 2022 Ridwan Djamaluddin --yang divonis 3,5 tahun penjara pada 25 April 2024 dalam kasus korupsi-- sebagai mitra bestari bidang geologi, kendati kemudian dibebaskan bersyarat setelah menjalani hukuman setahun.

Yudi menampilkan bahasan mengenai masing-masing bidang dikaitkan dengan dukungannya terhadap keberadaan Indonesia di pergaulan internasional di masa lalu, masa kini, dan masa depan. Meski tebal, tapi tak membosankan untuk dibaca.

Setiap pembaca bisa memilih bagian mana yang akan dibaca terlebih dulu. Saya, misalnya memilih memulai membaca dari bagian yang bercerita tentang kuliner Indonesia di Bagian 15, kemudian beralih ke bagian bahasa di Bagian 22, setelah dikagetkan oleh pencantuman komentar dan nama mitra bestari Bagian I.

Di Bagian 22, Yudi juga memberika kejutan dengan keyakinannya bahwa koran Sin Po memberi peran besar terhadap pemopuleran nama Indonesia sejak 1924 dalam pergerakan nasional Indonesia. Benarkah?

Sin Po adalah koran Cina-Melayu yang berkhidmat pada perjuangan nasionalisme Cina. Meski terbit di Indonesia, tetapi hatinya tetap ke negara Cina.

Berdasarkan penelusuran saya selama empat tahun, Sin Po baru menggunakan nama Indonesia pada Mei 1926, dua pekan setelah Kongres Pemuda Indonesia I. Sin Po majalah mengganti nama rubrik “Hindia” menjad rubrik “Indonesia” pada 15 Mei 1926. Redaksi Sin Po dekat dengan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia pun setelah WR Supratman bergabung dengan Sin Po.

Untuk Sin Po edisi koran? Tak ada dokumentasi mikrofilm koran Sin Po periode 1914-1928 di Perpustakaan Nasional RI, sehingga tidak bisa menelusuri kebenaran klaim Sin Po sudah menggunakan nama Indonesia sejak 1924.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

oohya.republika@gmail.com