Kenapa Judul Bukunya Berbagi Senyum? Simak di Abraham Samad Speak Up
Ada di bulan November 2025, buku Berbagi Senyum, Kisah-kisah yang Menguatkan dari Halaman Belakang Rumah Andi Sahrandi dibahas di kanal Youtube Abraham Samad Speak Up. Ada kisah di buku itu yang cocok dengan bulan November, soal pahlawan. Kenapa bukunya diberi judul Berbagi Senyum?
Andi Sahrandi, tokoh utama di buku ini yang mengaku jarang tersenyum, beberapa kali mengunjungi situ-situs bersejarah para pendiri bangsa. Ia pernah ke rumah masa kecil Tan Malaka, Agus Salim, Muh Hatta, dan kampung Imam Bonjol di Sumatra Barat.
Ia juga pernah berkunjung ke kampung halaman Latuharhary di Maluku dan tempat pembuangan Bung Karno di Bangka dan di Ende. Setelah bercerita mengenai hal itu, saya lalu bertanya: Apa yang ingin dicontohkan oleh pejabat negara yang baru-baru ini berziarah dan berdiri hormat di makam anggota pasukan bantuan yang dikirim ke Jawa untuk menangkap Diponegoro?
Saat melakukan kunjungan kerja ke Minahasa, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyempatkan diri berziarah lalu memberi sikap hormat ke makam Benjamin Thomas Sigar. Benjamin Thomas Sigar ini adalah salah satu tokoh yang ikut pasukan bantuan yang dikirim oleh pemerintah kolonial untuk menangkap Pangeran Diponegoro saat Perang Jawa.
Pada 2023, Bahlil membuat heboh dengan pernyataannya di acara Simposium Deokrasi dan Pemilu Damai di Perpusnas. Saat itu, di hadapan para mahasiswa, Bahlil menyatakan, “Jangan coba-coba bilang kalau kita-kita oligarki. Tunggu kalian semua, tunggu. Begitu kalian jadi pejabat, jadi orang kaya, mungkin kelakuan kalian akan lebih jahat daripada saya.”
Pernyataan Bahlil ini, kini disebar lagi lewat meme di media sosial. Di buku Berbagi Senyum, Andi menyampaikan harapan kepada para mahasiswa agar tidak tergoda oleh jabatan dan kekuasaan.
Harapan itu ia sampaikan setelah memuji BEM Unpad yang udunan Rp 75 ribu untuk menyewa bus yang akan digunakan berdemo di Jakarta. Uang terkumpul, baru kekurangannya meminta bantuan dari alumni.
Andi tak ingin, mereka hidup dari aktivisme. Selama menjadi aktivis sejak tahun 1960-an hingga saat ini ketika usianya sudah menginjak 81 tahun, Andi menyaksikan banyak aktivis seperti yang tergoda oleh jabatan dan kekuasaan.
Lalu saya bercerita tentang perjuangan para pemuda ketika mereka hendak mengadakan Kongres Pemuda Indonesia. Mereka iuran untuk biaya kongres. Ada yang menyumbang tiga gulden, 15 gulden dan lain-lain,
Uang 15 gulden saat itu, cukup untuk makan sebulan di daerah Kenari, Kramat. Jika mahasiswa STOVIA makan di asrama, mereka memerlukan lebih dari 15 gulden sebulan.
Mereka berjuang demi tercipanya persatuan Indonesia untuk mencapai kemerdekaan, rela udunan. Tujuan mereka merdeka, bukan ingin kaya dari aktivisme.
Andi Sahrandi lalu bilang sebagai orang yang jahat, sebab ia akan memusuhi yunior-yuniornya yeng tergoda oleh jabatan dan kekuasaan, sehingga akhirnya melakukan korupsi. Setelah reformasi 1998, Andi Sahrandi dikenal sebagai orang yang ikut membesarkan Indonesia Corruption Watch, dan hingga kini masih aktif di Gerakan Anti-Korupsi (GAK).