Teddy Kardin dan Orang Dayak di Balik Sukses Prabowo Subianto di Timtim

Teddy Kardin harus melibatkan tujuh orang Dayak untuk membantu melatih tentara yang akan diterjunkan di Timor Timur (Timtim). Teddy melakukan itu atas permintaan Mayor Prabowo Subianto, yang baru menikahi Titiek Soeharto.
Teddy tidak serta merta menerima permintaan Prabowo, karena saat Prabowo menemuinya, ia masih terikat kontrak kerja dengan perusahaan minyak Prancis. Karena itu, ia menolak permintaan Prabowo untuk membantu melatih tentara yang akan diberangkatkan ke Timtim.
Prabowo lalu menyatakan akan membayar sama dengan bayaran yang diberikan oleh perusahaan Prancis itu. Prabowo kesal karena permintaannya tidak dituruti, lalu ia bawa-bawa Merah-Putih karena itu bukan semata permintaan Prabowo.
Saat bercerita pada Ahad (29/6/2025) di sela acara reuni 10 komunitas di Bandung tahun 1960-an, di Jakarta, Teddy mengaku saat itu belum tahu komandan Yonif 328 Kostrad itu. Karenanya, ia heran seorang mayor menyatakan sanggup membayar dirinya setara dengan gaji yang ia dapat selama ini. Ternyata menantu Presiden Soeharto.
Giliran Teddy yang tersentil karena disebut mau bekerja untuk asing tetapi tidak mau membantu Merah Putih. Ia mencoba menguasai diri dan mengalkulasi uang tabungan yang dia miliki, yang cukup untuk hidup setahun tanpa bekerja, lalu meminta Prabowo bersabar dua bulan hingga kontrak kerjanya berakhir dan akan membantu Merah Putih selama setahun tanpa digaji.
Prabowo sumringah dan menyambut tawaran Teddy. Prabowo tahu nama Teddy dari Iwan Abdurahman, senior Teddy di Geologi ITB dan di Wanadri, organisasi pecinta alam di Bandung. Iwan Abdurahman sudah sering membantu tentara, melatih jungle survival.
Ketika Prabowo menginginkan pelatihan mengesan jejak (sanjak), Iwan menyebut Teddylah orang yang tepat, karena sudah mendapat “pelatihan” dari orang Dayak selama keluar-masuk hutan Kalimantan. Untuk memberikan pelatihan itu, Teddy harus melibatkan orang Dayak.
Rupanya, dari hasil baca buku, Prabowo tahu kesuksesan pendakian Cartensz pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Belanda melibatkan belasan orang Dayak yang dibebaskan dari penjara. Orang Dayak mahir mengesan jejak. Teddy memerlukan tujuh orang Dayak pilihan.
Sudah dapat dua, yang sudah dibawa ke Cilodong, markas Yonif 328. Perlu lima orang lagi. Dapat lima, tapi ketika akan dibawa ke Jakarta, tetua adat mencegahnya. Ia tak bisa pergi sebelum diadakan upacara adat, karena ia akanmenjadi panglima dari orang Dayak yang ia rekrut.
Teddy enggan sebenarnya, tetapi ia tak bisa berbuat banyak, karena tak mungkin pulang ke Jakarta dengan tangan kosong. Maka, disiapkanlah upacara adat. Tujuh rupa sesajen disajikan berderet tujuh. Ada pulut (ketan), daging babi hutan, daging ayam, dan sebagainya.
Upacara dilakukan di pondok kosong jauh dari kampung, di dekat Sungai Busang. Teddy bersama lima orang Dayak yang ia rekrut mengikuti upacara itu. Mantra dibaca, memanggil segala makhluk halus untuk memberikan kekuatan kepada mereka yang akan berangkat perang.
Mendengar mantra yang dibacakan itu, tentu saja Teddy merinding. Ucapacara adat selesai, mereka kembali ke kampung, tapi ketika Teddy hendak ikut, ia dicegah.
Ia harus melewati satu proses lagi, tinggal di pondok selama tiga hari tiga malam. Itu karena ia yang akanmenjadi komandan lima orang Dayak yang ia rekrut itu.
“Segala macam mau muncul, kadang harum, kadang anyir,” kata Teddy mengenai malam-malam yang ia lalui di pondok itu, Ahad (29/6/2025). “Lengah sedikit lalu tertidur, tiba-tiba terdengar suara banyak orang, tetapi ketika melek tak ada siapa-siapa,” lanjut Teddy.
