Kendeng

Kelaparan Terus-Menerus Terjadi di Grobogan, Apa Sebab?

Kabupaten Grobogan pada abad ke-19 menjadi daerah yang sering mengalami kelaparan dari tahun ke tahun. Mengapa hal itu terjadi terus-menerus? Sumber: grobogan.go.id

Bencana kelaparan di Grobogan yang hebat pada 1849-1850 masih terus menyisakan persoalan hingga beberapa tahun kemudian. Dari 98.500 jiwa penduduk Grobogan, akibat bencana itu tinggal 9.000 jiwa.

Kekeringan berkepanjangan yang memunculkan bencana itu. Paceklik muncul akibat gagal panen dan pada tahun 1900 pun kelaparan kembali menimpa Grobogan.

Grobogan tidak sendirian. Meski kehilangan 89.500 jiwa penduduk, Grobogan bukan yang terbesar menanggung beban akibat kerja paksa itu. Demak kehilangan 216 ribu jiwa penduduk, dari 336 ribu jiwa pada 1848 tinggal 120 jiwa pada 1850.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Jepara kehilangan 62 ribu jiwa, Banyumas kehilangan 82 ribu jiwa. Tegal kehilangan 18 ribu jiwa dan Pekalongan kehilangan 20 ribu jiwa.

Tak semuanya meninggal dunia akibat kelaparan. Ada juga yanag pergi ke kabupaten lain mencari penghidupan baru.

Bertahun-tahun kemudian, Grobogan masih sering dilanda gagal panen. Bahkan pada 1900, bencana kelaparan muncul lagi akibat paceklik tahun sebelumnya.

Ketika musim hujan tiba di akhir tahun 1900, Grobogan kekurangan sapi/kerbau untuk mengolah sawah, karena banyak sapi/kerbau yang mati juga.

Sapi-sapi itu, menurut laporan De Locomotief, mati selama tahun 1899 akibat penyakit sambang rimpung. RA Kartini sempat menyinggung penanganan bencana di Grobogan yang beribu kota di Purwodadi itu kepada sahabatnya di Belanda.

”...hari-hari belakangan ini saya membaca bahwa pemerintah menyediakan lebih kurang Rp 350 ribu untuk pembelian ternak pembajak untuk Purwodadi dan Demak,” kata Kartini kepada Dr N Adriani pada 10 Agustus 1901.

Maka, kata De Locomotief, pada 1900 ada 56.255 bau sawah di Grobogan yang selesai dibajak oleh sapi-sapi bantuan pemerintah itu. Ada 255 bau lagi yang tak sempat dibajak karena masih kekurangan sapi pembajak.

“Penyakit sapi yang dimaksud kini hanya terjadi secara sporadis (sejak 1 Januari lalu, 20 ekor mati karenanya), sedangkan gejala penyakit lainnya belum terjadi,” tulis De Locomotief pada 21 Mei 1900.

Namun, bantuan sapi itu belum bisa mengubah keadaan ketika kekeringan melanda Grobogan pada 1900 itu. Gagal panen terjadi lagi. Bahkan akibat kekeringan itu, palawija pun tak bisa ditanam.

Selama enam bulan pada tahun 1900 itu penduduk Grobogan mengalami kelaparan. Namun, secara resmi pemerintah membantah adanya kelaparan itu.

Kesibukan polisi menangani ratusan pengemis dari berbagai desa yang berkumpul di Penawangan, sebelah barat kota Purwodadi, meminta sedekah dari pemilik sawah yang berhasil panen adalah bukti adanya kelaparan itu. Mengapa pemerintah menampiknya?

Berita Terkait

Image

Kisah Organisasi Garong Diteriaki Sebagai Perampok

Image

Usia Grobogan Hampir 3 Abad, Ini Asal Usul Nama Daerah Tempat Anak Raja Majapahit Dibuang

Image

Tak Ada Pahlawan Lokal Jadi Monumen di Grobogan, Kenapa?

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

oohya.republika@gmail.com