Seabad Pram, Cara Dapat Tetralogi Pulau Buru di Era Orba

Seabad Pram akan dirayakan pada 6-8 Februari 2025. Saya tahu nama Pramoedya Ananta Toer, yang biasa disapa Pram, ketika masih kelas dua SMP.
Bukan dari kelas sekolah. Melainkan dari ayah saya yang mempunyai cara untuk mendapatkan karya Tetralogi Pulau Buru Pram di era Orde Baru (Orba).
Pada kelas dua SMP, guru Bahasa Indonesia saya telah mewajibkan murid-muridnya membaca buku-buku sastra yang ada di perpustakaan sekolah. Ia mewajibkan murid-muridnya membuat ringkasan cerita.
Saya kebagian membaca Anak Perawan di Sarang Penyamun karya Sutan Takdir Alisyahbana. Karya saya sepanjang hampir 10 halaman, mendapat nilai enam, karena yang saya buat menurut Sang Guru bukanlah ringkasan.
Di perpustakaan sekilah tentu tak ada karya-karya Pram, sebab pemerintah melarang karya-karyanya. Tapi tiap pulang dari Jakarta, ayah saya selalu membawa satu buku Pram, sehingga tetralogi Pulau Buru menjadi koleksi di rumah.
Bumi Manusia yang terbit pada 1980 dibeli ayah saya pada 1982. Anak Semua Bangsa yang terbit pada 1981 dibeli pada 1983. Jejak Langkah yang terbit pada 1985 dibeli pada 1986.
Saat saya harus pergi ke Bandung untuk kuliah pada 1987, di rumah sudah ada tiga karya Pram. Tetralogi Pulau Buru baru lengkap ketika 1990 ayah saya membeli Rumah Kaca yang terbit pada 1988.
Pada masa Orde Baru, karya-karya Pram dilarang. Tak ada toko buku yang berani menjualnya setelah Bumi Manusia dilarang pada 1981.
Bagaimana ayah saya bisa mrndapatkannya? Hasta Mitra selaku penerbit tetap menerbitkan karya-karya Pram. Penjualannya dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Ayah saya membeli karya-karya Pram secara bisik-bisik di Senen, Jakarta Pusat. Ayah saya biasa naik kereta tiap pergi ke Jakarta, turun/naik di Stasiun Senen.
Tapi koleksi tetralogi Pram itu hilang pada 1990-an Dipinjam orang tidak dikembalikan.
Saat SMP-SMA, saya masih tertatih-tatih dalam membaca karya-karya Pram itu. Belum bisa mencerna semua kalimat Pram.
Tapi kecintaan pada karya-karya Pram tidak luntur. Ketika sudah punya penghasilan sendiri, pada 1996 saya membeli karya-karya Pram, dikirim lewat pos.
Pembayarannya dilakukan lewat weselpos. Lewat sambungan telepon, Jusuf Ishak dari Hasta Mitra memberi tahu, jika dua minggu kiriman belum datang saya diminta menelepon lagi untuk mengabarinya. Ia berjanji akan menggantinya.
Jusuf Ishak menjelaskan, banyak kasus buku-buku Pram yang dikirim tidak sampai tujuan karena diambil petugas. Jadi paket-paket dari Jusuf Ishak sering diperiksa isinya tanpa sepengetahuannya.
