Lincak

Begini Cara Orang Cina Menyebarkan Bahasa Melayu-Pasar di Indonesia

Bahasa Melayu-pasar tersebar luas antara lain berkat orang-orang Cina dan Arab yang menjadi pedagang dan penyebar ajaran agama. Sumber:priyantono oemar

Orang Belanda kebanyakan hanya bergaul dengan orang-orang di lingkungan tertentu. Berbeda dengan orang Cina dan Arab yang lebih luas lingkungan pergaulannya dan menggunakan bahasa Melayu-pasar.

Sebagai pedagang, orang-orang Cina bertemu dengan semua kalangan. Bahkan mereka masuk hingga pelosok dan menikahi perempuan lokal untuk mengembangkan usahanya.

Menurut catatan filolog Prancis Antoine Cabaton, ada 150 ribu orang Cina yanag menikahi perempuan Indonesia pada tahun 1911. Banyak dari mereka yang menjadi pedagang keliling.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kemampuan beradaptasi orang-orang Cina itu memungkinkan mereka menikah dengan perempuan lokal di Nusantara. Kemudian beranak-pinak, sehingga menurunkan keturunan Cina peranakan.

“Bahasa Melayu merupakan bahasanya para pedagang Cina yang memegang kendali seluruh perdagangan eceran di Jawa,” tulis Cabaton di buku Sejarah Super Lengkap Hindia Belanda.

Menurut Cabaton, segala jenis selebaran dan pengumuman tentang urusan perdagangan dan navigasi diterbitkan dalam bahasa Melayu. “Produk-produk Eropa (wewangian, komiditas farmasi, dan sebagainya) harus selalu dilengkapi dengan selebaran dalam bahasa Melayu jika ingin masuk pasaran,” lanjut Cabaton.

Demikian halnya dengan orang Arab, yang menjadi pedagang ataupun penyebar agama. Mereka juga bertemu dengan banyak kalangan ketika berdagang dan menyebarkan ajaran Islam.

Maka, dapat dikatakan, bahasa Melayu-pasar menyebar lebih luas lewat orang-orang Cina dan Arab ini. Orang-orang Cina berkomunikasi dengan bahasa Melayu-Cina, campuran Melayu, Cina, Belanda, dan sebagainya. orang Arab berkomunikasi dengan bahasa Melayu-pasar campuran Melayu, Jawa, Arab, dan sebagainya.

Bahasa Melayu-pasar ini, menurut Cabaton, mencukupi kebutuhan orang-orang Cina yang berurusan dengan hal-hal biasa. Memungkinkan mereka pergi ke mana saja tanpa perlu juru bahasa.

Berbeda dengan orang-orang Belanda yang masih memerlukan juru bicara. Tentara-tentara yang akan dikirimkan ke Jawa pada saat itu, di Belanda diajari bahasa Melayu.

Berita Terkait

Image

Sumpah Pemuda, Perempuan, dan Bahasa Indonesia

Image

Sumpah Pemuda, Perempuan, dan Bahasa Indonesia

Image

Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu Pasar, Bangsa Melayu Itu yang Mana Sih?