Pitan

Turunkan Kasus Tengkes, Ini Alasan Timbang Bayi dengan Timbangan Dacin

Layanan timbang bayi di Posyandu menggunakan timbangan dacin untuk mengetahui kasus stunting (tengkes) di Indonesia. Sumber:Republika

Pada tahun 2024 ini, pemerintah menargetkan jumlah anak yang mengalami stunting (tengkes) tinggal 14 persen, dari angka sebelumnya yang masih 24 persen. Posyandu menjadi ujung tombak upaya pancapaian target penurunan angka tengkes itu.

Di Posyandu, ibu-ibu bisa menimbangkan bayinya dan mendapatkan penyuluhan mengenai kesehatan ibu dan anak. Di Posyandu, para ibu bisa menimbang bayinya, untuk mengetahui perkembangan berat badannya.

Tapi seberapa persen akurasi pengukuran berat badan dibaningkan dengan pemakaian gelang ukur di lengan bayi dikaitkan dengan indikasi kekurangan gizi pada balita? Pencegahan tengkes secara masif dimulai sejak 1980-an.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Bunjamin Wibisono, eks wartawan Indonesia Raya yang pada tahun 1980an aktif di Yayasan Indonesia Sehat menuturkan asal mula penggunaan timbangan dacin di Posyandu. Yayasan Indonesia Sehat saat itu menjadi mitra BKKBN.

Untuk mengetahui kurang gizi atau tidaknya balita, saat itu dipakai gelang ukur yang diperkenalkan oleh Harvard, Amerika Serikat. Akurasi gelang ini mendekati 100 persen.

Gelang itu digunakan untuk mengenai lingkar lengan bayi. Tapi gelang ini tidak bisa digunakan di Indonesia, sebab ketika hendak dipasangkan gelang ukur di lengan bayi, banyak bayi yang menangis.

Maka, Bunjamin Wibisono menyarankan digunakanlah cara yang sudah biasa digunakan ibu-ibu di berbagai kampung di Indonesia. Banyak ibu yang menidurkan anaknya dengan menaruh anaknya di ayunan yang terbuat dari kain yang biasa dipakai untuk menggendong bayi.

Kain itulah yang di banyak Posyandu digantungkan di timbangan dacin. Lalu balita dimasukkan ke kain itu seperti hendak ditidurkan di ayunan lain di rumah.

Balita yang ditimbang dengan cara ini anteng, tidak rewel. Apalagi menangis. Hingga ini, timbangan dacin itu masih dipakai. Ada Posyandu yang mengganti kain dengan keranjang, tetapi ada juga yang tetap menggunakan kain.

Akurasi melihat kekurangan gizi dari berat badan, kata Bunyamin, sekitar 85 persen. Ini masih lebih baik daripada mengejar target akurasi mendekati 100 persen dengan pengukuran lingkar lengan, tetapi gagal karena banyak balita yang tidak bisa dipakaikan gelang ukur.

Balita yang kekurangan gizi pun mendapatkan penanganan semestinya. Maka, angka tengkes pun dapat terus diturunkan. (pry)