Lincak

Mikrofon Rakitan Gunawan Dipinjam untuk Proklamasi Kemerdekaan, tapi tak Ada yang Merekamnya

Sukarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di depan mikrofon hasil rakitan Gunawan. Karena tak ada yang merekam, malam hari Sukarno membaca ulang naskah proklamasi untuk disiarkan melalui radio gelap milik dokter Abdurahman Saleh (foto: dokumentasi perpusnas).
Sukarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di depan mikrofon hasil rakitan Gunawan. Karena tak ada yang merekam, malam hari Sukarno membaca ulang naskah proklamasi untuk disiarkan melalui radio gelap milik dokter Abdurahman Saleh (foto: dokumentasi perpusnas).

Pada 17 Agustus 1945 malam, Sukarno mengulang pembacaan naskah Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Itu dilakukan pukul 19.30 di Laboratorium Fisiologi Gedung Ika Daigaku, Salemba. Hadir menyaksikan, antara lain: Muh Hatta, Soebardjo, Soejono Martosewojo, Iwa Kusuma Sumantri.

Oohya! Baca juga ya:

Bendera Pusaka Merah Putih yang Disimpan di Monas Hasil Jahitan Fatmawati atau H Mutahar?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Isi Pidato Sukarno pada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Upacara 17 Agustus di Genangan Rob, Warga Timbulsloko Bacakan Proklamasi Mimpi-Mimpi Kami

Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan ini disiarkan pemancar radio gelap milik dokter Abdurahaman Saleh. Mengapa pembacaan proklamasi ini diulang? Ternyata, meskipun pada pagi harinya, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Sukarno di depan mikrofon, tetapi tidak ada yang merekamnya.

Pagi itu, hanya ada satu mikrofon. Mikrofon tersebut kepunyaan Gunawan yang tinggal di Salemba Tengah. Gunawan bekerja di Radio Satriya. Gunawan merakit sendiri mikrofon itu. Corong, tiang, versteker, “band” yang dibuat dari zilverpapier (kertas pembungkus rokok). “Semuanya adalah hsail kecerdasan otak dan keterampilan tangan seorang Indonesia, yang bernama Gunawan itu,” kata Sudiro, yang pada 1945 menjadi pimpinan Barisan Pelopor.

Untuk keperluan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu, Wilopo dan Nyonoprawoto pada 17 Agustus 1945 pagi meminjamnya dari Gunawan. Tapi Wilopo dan Nyono tidak bisa memasangnya, sehingga Gunawan meminta bantuan Sunarto untukmemasangnya di Pegangsaan Timur.

Tiang mikrofon di pasang di beranda, versteker dipasang di kamar depan sebelah kiri.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:

Mahasiswa ’45 Prapatan-10: Pengabdiannya karya Soejono Martosewojo

Pengalaman Saya Sekitar 17 Agustus 1945 karya Sudiro