Indonesia Memiliki Sebutan Zamrud Khatulistiwa, Siapa Pencetusnya?
Indonesia yang merdeka pada 17 Agustus 1945 sebelumnya memiliki banyak sebutan nama. Di antaranya adalah Insulinde, yang dilontarkan oleh Edward Douwes Dekker pada 1860. Memakai nama samaran Multatuli, ia menulis Max Havelaar.
Oohya! Baca juga ya:
Pengakuan Kemerdekaan Indonesia, Mark Rutte: Saya Ingin Membicarakannya dengan Presiden Indonesia
Debat Kejahatan Perang Vs Kekerasan Ekstrem Terkait Pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Belanda
Di bagian akhir Max Havelaar, ia menyebut Insulinde sebagai alternatif untuk penyebutan Hindia Belanda. Hindia Belanda adalah nama yang dipakai oleh Kerajaan Belanda untuk Indonesia sejak awal adab ke-19. Di zaman VOC disebut sebagai Hindia Timur.
Ini kutipan dari buku Max Havelaar:
Saya juga tidak mengharap Anda akan bangkit, dan dengan buku saya di tangan pergi kepada Raja, dan berkata! “Lihatlah, hai Raja, ini terjadi dalam kerajaan Anda, di Insulinde, kerajaan Anda yang kaya dan Indah!”
Douwes Dekker menjuluki Insulinde sebagai kerajaan yang indah, laksana untaian zamrud di garis Katulistiwa. Kutipan pernyataannya di Max Havelaar sebagai berikut:
kerajaan Insulinde yang indah, yang melingkar nun di sana di khatulistiwa laksana sabuk jamrud! ...
Di KBBI, bentuk baku dari jamrud adalah zamrud. Artinya "batu permata yang berwarna hijau seperti lumut". Ketika hutan masih banyak di Indonesia, dilihat dari atas merupakan hamparan daratan yang hijau.
Wilfred T Neill dari Universitas Columbia, Amerika Serikat, pada 1973 menggambarkan Indonesia begini:
Ketika Samudra Hindia menyatu dengan Pasifik tropis, sekitar 3.000 pulau berpenghuni terbentang di sabuk lebar melintasi Khatulistiwa. Sebagian besar pulau-pulau ini, bersama sekitar 7.000 pulau kecil dan perairannya, membentuk Republik Indonesia, sebagai negara besar kelima berdasarkan jumlah penduduk dan keenam berdasarkan luas wilayah.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Max Havelaar, karya Multatuli pada 1860 diterjemahkan oleh HB Jassin pada 1972. Pada 1991 cetakan ketujuh.
Twentieth-Century Indonesia karya Wilfred T Neill