Apa Teman Ngopi Pagi di Masa Lalu?
Dr Van der Sleen pada 1931 menulis mengenai hotel di Medan, Hotel de Boer, yang bisa digunakan untuk ngopi pagi. Ia menggambarkan kamar-kamar yang dimiliki hotel ini. “Masing-masing memiliki teras depan dengan meja dan beberapa kursi untuk menikmati kopi pagi dan teh sore,” tulis Van der Sleen di Twentsch Dagblad Tubantia en Enschedesche Courant edisi 15 Juni 1931.
Oohya! Baca juga ya:
Kopi Tubruk di Kamp Interniran Boven Digoel
Ngopi Pagi Gara-gara Bus yang akan Dipakai Piknik Wartawan pada 1932 Terlambat Datang
Nikmatnya Ngopi Pagi di Indonesia yang tak Bisa Didapatkan di Amerika Serikat
Saran Dokter Saraf Amerika Soal Ngopi Pagi Ini Sudah Dilakukan Orang Indonesia Sejak Dulu
Ngopi pagi sudah menjadi kebiasaan orang-orang Eropa yang ada di Hindia Belanda. Di novel De Andere Wereld (1934) karya novelis Belanda kelahiran Surabaya, 1899, Magdalena Hermina Szekely-Lulofs, aktivitas minum kopi pagi memenuhi cerita kehidupan Pieter Pot di Hindia-Belanda.
Pieter, administratur perkebunan, biasa berbincang dengan koleganya sambil ngopi pagi. Pembantunya di rumah juga biasa menyediakan secangkir kopi pagi. Bahkan di pagi-pagi buta sekalipun, ketika ia buka tirai jendela, di luar masih temaram. Setelah mengaduk kopi, ia menyalakan sebatang rokok. Ia juga mendapat informasi dari pembantunya bahwa nyainya telah melahirkan semalam juga saat ia ngopi pagi.
Di manuskrip tahun 1899, Syair Raja Johor, ada keterangan mengenai kegiatan ngopi pagi. Dulu nama kopi belum dikenal. Masih dikenal sebagai kahwa, diminum bersama berbagai camilan, di antaranya juadah (ketan): Kerusi dan meja hadir sekalian. Alatnya segala dengan berpatutan. Duduk di situ terlalu nyaman. Timbul juadah berjenis nika, roti maskut, susu mentega. Teh dan kahwa ada belaka. Pagi dan petang diangkat mereka.
Di manuskrip sekitar tahun 1800, Syair Siti Zibaidah, kegiatan minum kahwa dibarengi dengan makan kurma: Sudah sembahyang sultan utama, lalulah duduk bersama-sama, santap kahwa dengan khurma, sekalian nikmat berbagai nama.
Di Peringatan Pelayaran ke Riau, manuskrip tahun 1868, kahwa diminum dengan teman rending pisang: Di antara itu dikurniakannya air kahwa dan rendang pisang, setelah selesai daripada makan dan minum itu disembahkan oleh Datuk Bentara kepadanya, mengatakan Paduka ayahandanya Ungku Haji hendak berjumpa.
Di manuskrip yang diperkirakan ada pada 1820-1898, di Kerajaan Bima juga sudah dikenal kahwa. Manuskrip Bo’ Sangaji Kai bercerita: Setelah habis sekalian bercakap, berkumpullah naik duduk maka minumlah kahwa dan juadah diadakan oleh Jena Luma, Jenamone, Bata Dadi. -- Setelah habislah minum kahwa dan juadah, masing-masing memohon pulang ke rumah tangganya adanya.
Priyantono Oemar