Imam Mahdi Palsu yang Dibawa Kelompok Pemberontak Juhaiman ke Masjidil Haram
Dunia mengutuk aksi penguasaan Masjidil Haram oleh kelompok pembertontak bersenjata Juhaiman Al-Ubaidi pada 1 Muharram 1400 Hijriyah. Kabar bohong pun tersebar: Mantan gubernur Makkah, Gubernur Makkah Pangeran Hawaz, dan beberapa anggota keluarga kerajaan dikabarkan meninggal dunia, menjadi korban aksi pemberontakan itu.
Oohya! Baca juga ya: 20 November 1979, Jamaah Haji Belum Pulang Semua, Masjidil Haram Dikuasai Pemberontak
Polisi-polisi di Masjidil Haram dibelenggu oleh pasukan Juhaiman dengan dengan kawat besi yang didapat dari lemari pos polisi. Semua pintu dikunci. Mikrofon Imam Masjidil Haram Syekh Muhammad bin Subail diambil alih. Juhaiman memperkenalkan Imam Mahdi yang datang bersamanya, pemuda 20-an tahun yang mengenakan serban berwarna merah di kepalanya. “Bersumpah setialah kepada Saudara Muhammad Abdullah Al-Quraisy,” kata Juhaiman memperkenalkan imam mahdinya.
Satu per satu anggota kelompok Juhaiman mencium tangan Abdullah dan berseru, “Kami akan taat kepadamu, dalam suka dan duka, dalam kemudahan dan kesusahan, bahkan dalam bahaya... kecuali dalam apa yang tidak dirihoi Allah.”
Imam Masjidil Haram, Syekh Muhammad bin Subail melepas jubahnya, lalu membuangnya, dan segera menghilang di antara jamaah yang sedang kacau. Ia mencoba mencapai pintu Fatah. Di lantai atas dekat pintu Fatah adalah kantor Urusan Masjid Dua Tanah Suci. Syekh Muhammad bin Subail adalah kepala Perwakilan Bidang Agama Arab Saudi yang bertanggung jawab atas urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ia memberi tahu atasannya, Syekh Nasir bin Rasyid atas peristiwa perebutan Masjidil Haram itu.
Jamaah di Hotel Afrika begitu ketakutan selama berjam-jam ketika kelompok pemberontak Juhaiman memulai serangan ke Masjidil Haram. Jendela kamar hotel itu berhadapan dengan Masjidil Haram. Toko-toko di sekitar hotel itu telah lama tutup.
Pada Rabu dinihari, 21 November 1979, upaya pembebasan Masjidil Haram mulai dilakukan. Foto udara dan peta Masjidil Haram yang dibawa Direktur Pusat Penelitian Haji Sami Angawi menjadi informasi sangat penting bagi komandan pembebasan Masjidil Haram.
“Peduli dengan perasaan para ulama dan masih butuhnya fatwa resmi para pemimoin keagamaan, Pemerintah Saudi sangat berhati-hati agar tidak merusak Masjid al-Haram dalam penyerangan pertama,” tulis Yaroslav Trofimov dalam buku Kudeta Mekkah.
Rabu dinihari, pukul 03.30, suara tembakan mulai menghujani Masjidil Haram. Kebanyakan adalah ledakan cahaya, tidak mematikan dan tidak merusak Masjidil Haram. “Ledakan-ledakan mercon itu diyakini m,engacaukan pasukan Juhaiman dengan kebisingan yang memekakkan dan cahaya silau yang membutakan,” tulis Yaroslav.
Beberapa pasukan juga bergerak menuju pintu-pintu Masjidil Haram, ketika penyerangan pertama itu dimulai. Tiga puluh orang menuju sisi timur terowongan Safa-Marwa. Tujuannya hendak mendobrak pintu Babussalam. Pasukan ini dipukul mundur pemberonta, sehingga dikirim lagi pasukan lain. Terjadi tembak-menembak, banyak tentar ayang tertembak, tapi bisa mengalahkan pemberontak. Kamis siang, 22 November 1979, pemerintah mengumumkan kemenangan. “Radio Riyadh menyiarkan pidato panjang oleh Menteri Penerangan Muhammad Abduh Yamani,” tulis Yaroslav.
Priyantono Oemar