Lincak

Masyarakat Medan Pernah Terusik oleh Kata Kau, Kamu, Engkau yang Diucapkan Sukarno

KBBI V mencatat kata-kata yang berkembang di masyarakat, termasuk kata
KBBI V mencatat kata-kata yang berkembang di masyarakat, termasuk kata "kau", "kamu", "engkau", yang pernah mengusik orang Medan (foto: priyantono oemar).

Di tengah polemik kekacauan bahasa, muncul pula polemik penggunaan kata yang dianggap tidak tepat menurut rasa bahasa. Medan dibuat gempar oleh pidato Presiden Sukarno yang menggunakan kata-kata “aku, kamu, engkau”. Masyarakat Medan kurang bisa menerima pemakaian kata-kata itu.

Oohya! Baca juga ini ya: Bahasa Indonesia yang Kacau Itu, Kata Sutan Takdir Alisjahbana: Kekacauan yang Nikmat.

Peserta Kongres Bahasa Indonesia Kedua dari Medan, Syamsuddin Rasyad, meminta Kongres memperhatikan pernyataan resmi dari pejabat di Medan untuk menghindari kata-kata yang tidak enak didengar. Kata-kata “aku”, “kamu”, “engkau” yang diucapkan Presiden Sukarno saat berpidato membuka Kongres Bahasa itu tak enak didengar masyarakat Sumatra Utara. “Kata-kata itu sempat mendapat reaksi masyarakat Sumatra Utara,” kata Syamsuddin Rasad seperti dikutip Java Bode edisi 2 November 1954.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kata “aku”, “kamu”, dan “engkau”, masuk ke Indonesia melewati Semenanjung Melayu sebelah utara Medan:

Kita ambil sebagai contoh kata ganti dari aku yang mencapai daerah pemakaian sebagian besar dari kepulauan Austronesia, ternyata bukan kata ganti diri Austronesia purba, melainkan berasal dari rumpun bahasa Shan. Kata aku berasal dari kata Shan kau. Bentuknya yang demikian itu kedapatan juga dalam bahasa Campa, namun kata Campa kau bukan kata Campa asli. Kata Campa kau berasal dari bahasa Shan yang digunakan dalam segala anggota rumpun dari Tiongkok Selatan sampai daerah Assam. Dalam bahasa Assam digunakan oleh bahasa Ahom, Khamti, Nora dan Aitonia. Namun kata ganti diri orang kedua tunggal Shan mau tidak terambil dalam bahasa Campa. Bahasa Campa mengambil kata heu. Kata Shan mau terambil dalam bahasa Melayu di Semenanjung. Ini berarti bahwa kata ganti diri Shan mau yang dalam bahasa Indonesia menjadi kamu dan pronominal suffix mu masuk ke wilayah Indonesia melalui daerah Semenanjung Melayu. Kata ganti diri orang ketiga Palaung an yang dalam pelbagai bahasa di Austronesia menjadi n dan an, baik dalam bahasa Melayu maupun dalam bahasa Campa tidak dikenal. Untuk pengertian yang sama bahasa Melayu mengambil kata ie dari bahasa Khasi War. Dalam bahasa Indonesia kata tersebut menjadi ia. Kata ganti diri orang kedua tunggal Indonesia engkau berasal dari kata ganti diri Mon bekau: engkau (Slametmuljana, dalam buku Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara).

Bahasa Indonesia --yang dianggap bahasa yang egaliter dibandingkan dengan bahasa Jawa-- rupanya tak berlaku untuk kata-kata tertentu. Rasa bahasa menempatkan beberapa kata perlu memiliki krama bahasa. Dalam bahasa Belanda, sapaan orang kedua untuk orang yang dihormati, yang dituakan, yang baru dikenal adalah “U”, sepadan dengan “Anda” dalam bahasa Indonesia sekarang. “Jij” di bahasa Belanda diterjemahkan sebagai “kamu” dalam bahasa Indonesia, digunakan untuk menyapa kepada yang sebaya dan sudah dekat.

Saya belum menemukan penjelasan yang menjadi penyebab Medan kurang cocok dengan kata-kata itu. Tapi, pengasuh rubrik “Dipodjok” koran Soeara Oemoem, Cloboth, pernah menunjukkan... (lihat halaman berikutnya).