Kenangan Sarwono Kusumaatmadja di Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB)
Tahun 1960-an, sekretariat Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB) masih di lingkungan ITB. Sarwono Kusumaatmadja menceritakan pengalamannya di PMB di buku biografinya, Menapak Koridor Tengah.
“PMB adalah sebuah organisasi yang berdiri pada 1948. Organisasi mahasiswa lokal ini berasas kemahasiswaan, kemasyarakatan, kenasionalan, serta berdasarkan Pancasila. Walaupun selalu terlibat dalam isu-isu politik yang berkembang, PMB pada dasarnya adalah organisasi rekreasi, tempat berkumpul “anak gaul” menurut istilah sekarang,” tulis Sarwono.
Oohya! Saat ini PMB juga sedang menerima pendaftaran calon anggota baru. Klik ini ya: http://bit.ly/FormPendaftaranMPAB2023
Sarwono bukanlah anak gaul, tapi ia kreatif dan mandiri, seperti kebanyakan anggota PMB. “Mereka menciptakan suasana pergaulan tersebut yang semuanya diprakarsai sendiri dan dibiayai dengan upaya sendiri,” lanjut Sarwono dalam buku biografinya.
Sarwono dan Wimar sama-sama kurang gaul. Di buku biografinya, Wimar Witoelar: Hell Yeah!, Wimar bercerita, dialah yang mengajak Sarwono masuk PMB. Motifnya karena seniorita-seniorita PMB cantik-cantik dan atraktif. Seniorita adalah sebutan untuk anggota perempuan di PMB.
Oohya! Baca juga ini ya: Inspirasi dari Kiprah Seniorita untuk Calon Anggota Baru Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB).
Saat Sarwono dan Wimar sedang mendaftar di Aula Barat ITB, melintas mahasiswi ITB yang cantik dan atraktif, dari Manado. Wimar menantang Sarwono yang kuper, jika berani nyamperin mahasiswi, Wimar rela memberikan lilin-lilinnya kepada Sarwono. Lilin-lilin itu adalah harta berharga bagi calon anggota PMB. Rupanya, Sarwono mengenal mahasiswi itu, karena pernah bertemu di Kapal SS Australia. Namanya Nini Maramis, yang di kemudian hari menjadi istri Sarwono. Wimar tak mengetahui soal ini. Sarwono pun nyamperin Nini, dan Wimar pun harus rela memberikan lilin-lilinnya ke Sarwono.
Di PMB, Sarwono mendapat mentor pembimbing di Panitia pembimbing Anggota, yaitu Muslimin Nasution. Lalu ia bertemu juga dengan Rahman Tolleng, yang menjadi anggota PMB pada 1957.
“Kami dikenalkan pada soal-soal ideologi, kepemimpinan, teknik pengumpulan massa, membuat selebaran gelap, perang urat saraf, mencuri dokumen, dan topik lainnya yang misterius,” tulis Sarwono.
Tahun 1960-an, situasi politik sedang panas. Puncaknya muncul Gerakan G30S/PKI pada 1965.
Priyantono Oemar