Pitan

Sambut Puasa Memotong Sapi 100 Ekor, Dua Hari Makan Sepuasnya

Menyambut datangnya bulan Ramadhan, masyarakat Danau Singkarak, Sumatra Barat, memotong sapi dan kerbau mencapai 100 ekor. Selama dua hari mereka akan makan sepuasnya sebelum berpuasa sebulan penuh.

Bulan Puasa adalah bulan penuh suka cita bagi anak-anak Danau Singkarak, Sumatra Barat. Muhamad Radjab menceritakan pengalaman suka cita itu ketika ia menjalani masa kanak 1913-1928.

“Dua hari sebelum puasa, seperti sudah lama jadi kebiasaan setiap tahun, penduduk kampung saya memotong sapi dan kerbau, sejumlah antara 60 dan 100 ekor,” ujar Muhamad Radjab.

Selama dua hari mereka makan sepuasnya, sebelum selama sebulan mereka tidak boleh makan minum dan menahan nafsu. “Kaum Muslimin melepaskan nafsu makan sepuas-puasnya,” kata Muhamad Radjab.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Rahmi tak Mau Dikubur di Samping Bung Hatta, Ini Kata Pak Harto

Sapi dan kerbau itu disembelih beramai-ramai di kebun kelapa di sepanjang Batang (Sungai) Sumpur. Pagi-pagi benar selepas Subuh, orang-orang menggiring ternak mereka ke kebun kelapa itu.

“Kami, anak-anak muda, mengiringkan bapa atau mamak dari belakang, akan membantu memotong daging atau membawanya pulang nanti; semuanya sambil bermain-main,” kata Muhamad Radjab.

Sebagian orang kampung berada di kebun kelapa itu. Sedangkan sebagian lagi, yaitu kaum perempuan, tinggal di rumah untuk menyiapkan bumbu.

Yang saudagar, mereka membawa pulang daging 25-30 kilogram. Jika saudagar itu memiliki 2-3 istri, maka daging itu dia bagi sama rata.

Yang setengah mampu akan memba pulang daging 10-15 kilogram. Sedangkan penduduk yang miskin hanya membawa pulang lima kilogram daging.

Oohya! Baca juga ya:

Ini Jenis-Jenis Puasa Orang Jawa, Ada yang dari Ajaran Islam?

Semua orang harus membawa pulang daging. “Jika tidak, ia akan mendapat malu kepada istrinya, kepada mentuanya, dan terutama kepada orang kampungnya,” kata Muhamad Radjab.

Bagaimana mereka mendapatkan sapi dan kerbau dalam jumlah yang banyak itu? Mereka iuran.

Satu ternak, misalnya, dibeli oleh 8-10 orang. Dagingnya nanti dibagi berdasarkan besar-kecilnya iuran masing-masing.

“Pada masa itu orang-orang kampung saya banyak yang kaya, sedang makmur seluruh kampung, karena banyak yang merantau, berdagang; dan saudagar-saudagar itu banyak mengirimkan wang dan barang-barang kepada keluarganya di kampung,” kata Muhamad Radjab.

Mereka mampu membeli berpuluh-puluh sapi atau kerbau. “Danmempertunjukkan kemampuannya sekali setahun, yaitu dengan menjinjing daging beberapa jinjingan ke rumah istri dan orang tuanya,” kata Muhamad Radjab.

Yang banyak bawaannya akan mendapat pujian. Dihormati dan dikagumi oleh orang-orang kampung.

Oohya! Baca juga ya:

Hilang Sudah Suara Perempuan di Pilpres 2024, Apa Kata Kartini?

Selama dua hari menjelang ramadhan itu mereka akan makan sepuas-puasnya. Dalam sehari tidak hanya tiga kali makan.

“Malahan di antara kami anak-anak muda, ada yang sampai 10 kali atau lebih dalam sehari semalam,” kata Muhamad Radjab.

Mereka makan tidak hanya di rumah sendiri, tetapi juag di rumah orang lain. Ada tetangga atau kawan yang mengundang, mereka harus datang untuk makan.

Maka, selama dua hari itu anak-anak muda santri jarang berada di surau. “Dari pagi sampai malam dan besoknya, mereka turun rumah naik rumah, diunadang makan dan mendoa,” kata Muhamad Radjab.

Mereka tidak boleh menolak. Meski sudah kenyang, mereka tetap harus makan. Setelah makan, anak-anak muda santri itu akan memanjatkan doa.

Oohya! Baca juga ya:

Hang Tuah Dikerjai Gajah Mada di Pasar, Mengapa Patih Majapahit Itu Malu?

Doanya supaya seisi rumah dapat menjalankan ibadah puasa dengan selamat, puasanya diterima Allah, dan dipanjangkan umur dan dimurahkan rezeki. Saat anak muda santri berdoa, di ruang tengah asap kemenyan mengepul.

Selesai di satu rumah, mereka akan pindah ke rumah lain. “Kadang-kadang baru santri itu sampai di kaki tangga yang satu, orang rumah lain sudah menantikannya di sana dan mengajaknya langsung ke rumah. Apakah akan ditolak?” kata Muhamad Radjab.

Pada dua hari itu, segala macam masakan tersaji. Ada gulai pedas, pengat, singgang ginjal, rendang hati, gulai otak, dan lain-lainnya.

“Dalam dua hari ini kami mengisi perut sampai buncit, sampai tidak ada ruangan lagi dalam perut. Karena lepas dua hari, kami akan berlapar, tidak boleh makan siang,” kata Muhamad Radjab.

Lantas bagaimana mereka memulai hari puasa? Kata Muhamad Radjab, para guru agama jarang ada kesepakatan. Ada yang menggunakan perhitungan kalender, ada yang ingin melihat bulan dengan mata.

“Biasanya yang tidak cocok ialah kaum muda dan kaum kuno. Dan perbedaan hari mulai puasa ini kerapkali menimbulkan perselisihan, pertengkaran, dan permusuhan antara orang-orang dari dua golongan tersebut,” kata Muhamad Radjab.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Semasa Ketjil di Kampung (1913-1928), karya Muhamad Radjab (1950)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
oohya.republika@gmail.com