Roro Mendut, Beda Nasib Pembantu Sultan Agung dan Bung Karno dalam Mencari Istri
Nasib Tumenggung Wiroguno berbeda dengan nasib Bung Karno. Sikap istri Wiroguno juga berbeda dengan sikap istri Bung Karno, Inggit.
Ketika Bung Karno ingin menikahi Fatmawati, Inggit meminta cerai. Ketika Wiroguno ingin menjadikan Roro Mendut sebagai selir, istrinya malah memintanya untuk menjadikan Roro Mendut sebagai istri.
Roro Mendut sudah menolak dijadikan selir oleh pembantu Sultan Agung itu. Maka, ketika istri Wiroguno membujuknya agar bersedia menjadi istri Wiroguno, Roro Mendut mencaci Wiroguno sebagai orang tua yang tidak tahu diri.
Oohya! Baca juga ya:
Bung Karno Beli 50 Burung Sebelum Bisa Menikahi Fatmawati, untuk Apa?
Menyimak cacian Roro Mendut, sepertinya mereka jauh beda usia. Seperti halnya Bung Karno dan Fatmawati yang juga berbeda jauh usianya.
Mendengar laporan dari istrinya, Wiroguno pun tersinggung oleh sikap Roro Mendut. Maka ia gunakan kekuasaannya untuk menekan Roro Mendut.
Ia paksa Roto Mendut membayar pajak tiga riyal per hari. Jika tidak sanggup, maka ia harus mau menjadi istri Wiroguno.
Siapa sebenarnya Roro Mendut? Ia adalah selir dari Bupati Pati Adipati Bragola. Adipati Bragola memberontak kepada Sultan Agung, raja Mataram.
Oohya! Baca juga ya:
Presiden Ini Dicapreskan Lagi oleh Golkar tapi Pilih Mundur, Sikapnya Menuai Pujian
Sultan Agung memimpin pasukan untuk menumpas pemberintakdn itu. Tumdnggung Wiroguno turut serta.
Ketika Sultan Agung berhasil menumpas pemberontakan, selain harta rampasan ada pula perempuan-perempuan Pati yang dibawa ke Mataram. Wiroguno mendapat empat perempuan dari Pati.
Salah satu perempuan itu adalah Roro Mendut. Kecantikan Roro Mendut telah memikat hati Wiroguno.
Demi menolak dijadikan istri, Roro Mendut memilih untuk menyanggupi membayar pajak tiga riyal. Tapi ia meminta izin diperbolehkan membuka usaha berjualan rokok dan meminta modal tiga riyal.
Geram atas pilihan Roro Mendut, Wiroguno mau tidak mau harus menyetujui permintaan Roro Mendut. Bahkan ia memberi bantuan modalnya hingga 25 riyal.
Bahkan juga mengerahkan andk buahnya untuk membantu Roro Mendut membuat rokoknya. Roro Mendut berjualan rokok di tempat kakak Wiroguno, Tumenggung Prawiromantri.
Oohya! Baca juga ya:
Ada Transportasi Ramah Lingkungan di Taman Margasatwa Ragunan
Tapi Wiroguno melarang Roro Mendut bertatap muka fengan para prmbelinya. Ia harus berjualan tokok di balik tirai.
Tapi Roro Mendut tak kurang akal. Ia menjual rokok dengan taktik baru. Ia isap tokoknya terlebih dulu, setelah itj baru ia jual dengan harga yang lebib mahal.
Justru rokok sisa ini tamg diburu para pembeli, kendari mahal harganya. Tak ada uang, Roro Mendut bersedua menerima barang sebagai alat tukar.
Maka, untuk membayar pajak tiga riyal per hari menjadi sangat ringan bagi Roro Mendut. Wiroguno makin geram, maka ia naikkan pajaknya menjadi 10 riyal.
Roro Mendut pun menyanggupi, demi tidak menjadi istti pembantu Sultan Agung itu.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Pranacitra (Rara Mendut), alih ajsara dan ringkasan oleh A Hendrato (1978)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com