Diperlukan Sultan Agung, Orang Kalang Dapat Ilmu Pertukangan dari Mana?
Orang Kalang keturunan dari Raja Medang Kamulan dan anjing merah. Mereka menjadi orang Jawa paling awal, sebab Medang Kamulan yang ada di Pegunungan Kendeng itu adalah kerajaan pertama di Jawa.
Pada masa Majapahit, tenaga mereka sudah diperlukan di bidang pertukangan. Pada masa Mataram, Sultan Agung bahkan membuatkan permukiman di dalam ibu kota dan luar kota ibu kota Mataram, agar mudah mencari mereka.
Sebelumnya, mereka tinggal di hutan, berpindah-pindah. Lalu dari mana orang Kalang itu mendapat ilmu pertukangan?
Oohya! Baca juga ya:
OPM Injak-Injak Nama Presiden yang Ada di Keset di Pintu Markas di Hutan Papua
Medang Kamulan memiliki keraton di wilayah Pegunungan Kendeng, tepatnya di wilayah Grobogan sekarang. Raffles pernah mencatat Situs Medang Kamulan yang masih ada itu.
“Terletak di pedalaman Purwodadi-Grobogan di kawasan hutan jati. Terdapat reruntuhan bata dan batu di beberapa kawasan di situs tersebut,” ujar arkeolog Agus Aris Munandar.
Naskah Sunda Bujangga Manik menyebut Medang Kamulan. Bujangga Manik digubah pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16.
Sadatang aing ka Jemas, ka kenca jajahan Demak, ti wetan na Welahulu, ngalalaring ka Pulutan, datang ka Medang Kamulan. Sesampai aku di Jemas, sebelah kiri wilayah Demak, di sebelah timur Gunung Welahulu, aku berjalan lewat Pulutan, datang ke Medang Kamulan.
Pulutan ada di dekat Penawangan, sebelah barat Purwodadi. Medang Kamulan masih berada jauh di sebelah timur Purwodadi.
Oohya! Baca juga ya:
Kisah Aji Saka dan Merpati Yesus Kristus Menurut Ronggowarsito
Sebelum diambil alih oleh Aji Saka, Medang Kamulan dipimpin oleh raja raksasa bernama Dewata Cengkar. Ia suka memakain daging manusia.
Raksasa juga menjadi salah satu ciri orang Kalang pada masa dulu. Raja Majapahit Brawijaya IV menurut Babad Tanah Jawi: Galuh Mataram yang dikutip Agus Aris Munandar, diceritakan pernah menjadikan orang Kalang yang berwujud raksana ini sebagai salah satu selirnya.
Raksasa perempuan ini sedang bertapa di hutan. Ia mengubah dirinya menjadi perempuan cantik, membuat Brawijaya IV tertarik kepadanya.
Tetapi ketika sedang hamil, ia mengidam daging mentah. Tapi begitu ia makan daging mentah itu, wujudnya berubah menjadi raksasa lagi, sehingga membuat Brawijaya IV kaget.
Ketika Brawijaya IV hendak memanahnya, selir Brawijaya IV itu melaikan diri ke hutan. Ia melahirkan anaknya di dalam hutan.
Pada masa Medang Kamulan, Batara Guru memerintahkan para dewa turun dari Kahyangan. Orang Kalang yang di masa Sultan Agung dibuatkan permukiman, leluhurnya mendapat pengajaran ilmu pertukangan dari dewa yang turun ke bumi.
Oohya! Baca juga ya:
Di antara para dewa itu ada Hyang Brahma dan Hyang Wismakarma. Jika Hyang Brahma mendapat tugas mengajarkan ilmu pandai besi, Hyang Wismakarma mendapat tugas mengajarkan ilmu perkayuan dan pertukangan.
Maka, kepada orang Kalang di Medang Kamulan, Hyang Wismakarma mengajarkan cara membuat rumah, membuat perabot, dan sebagainya. Pada mulanya, orang Jawa saat itu belum mengenal rumah.
Setelah diajari oleh Hyang Wismakarma, meeka lalu mendirikan rumah-rumah, jadilah desa Medang Kamulan. Pada abad ke-8, orang Kalang masih tinggal di hutan.
Mereka berpindah-pindah tempat di dalam hutan. Mereka mengangkut bahan-bahan rumah mereka dengan pedati yang ditarik kerbau.
“Istilah kalang disebutkan dalam prasasti-prasasti masa klasik yang diterbitkan pada kurun aktu 804 Masehi sampai 943 Masehi ketika Kerajaan Mataram masih berpusat di wilayah Jawa bagian tengah,” kata Agus Aris Munandar.
Prasasti Harinjing A (804 Masehi) menyebut tuha Kalang sebagai nama pimpinan orang Kalang. Tuha Kalang yang ditulis di prasasti itu bernama Diman Wanua.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Tuha Kalang, karya Agus Aris Munandar, Aditya Revianur, Deny Yudo Wahyudi (2018)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]