Baru Dua Pemimpin Ini yang ke Grobogan, Punya Leluhur di Grobogan tetapi Sukarno Belum Pernah ke Grobogan
Ayah Presiden Sukarno, Raden Sukemi Sosrodihardjo lahir di Wirosari, Grobogan, pada tahun 1873. Kakek-buyut Sukemi yaitu Raden Mangoendiwirjo adalah Wedana Wirosari sebelum masa Perang Diponegoro.
Kakek-buyut Sukemi berarti adalah kakek-canggah Sukarno. Dengan kata lain, Mangoendiwirjo adalah kakek dari kakek Sukarno.
Kakek Sukarno bernama Hardjodikromo. Setelah kelahiran Sukemi, Hardjodikromo memilih merantau ke Jawa Timur.
Meski memiliki leluhur dari Grobogan, selama menjadi presiden, Sukarno belum pernah berkunjung ke Grobogan. Lalu siapa dua pemimpin yang pernah berkunjung ke Grobogan?
Oohya! Baca juga ya: Kakeknya Dulu Wedana Grobogan, Pengusaha Orde Baru Ini Kini Berseteru dengan Pemerintah dalam Kasus Hotel
Meski tak pernah ke Grobogan, “tangan” Sukarno pernah sampai di Grobogan ketika harus mengakhiri pemberontakan PKI Madiun. Pada saat itu, banyak orang-orang PKI dari Madiun melarikan ke arah barat.
Tibalah mereka di Grobogan, termasuk Amir Syarifuddin. Sebelum Amir Syarifuddin ditangkap di Grobogan, didahului dengan penangkapan 1.200 anak buah Amir Syarifuddin di Grobogan. Amir ditangkap pada 19 Desember 1948.
Pada Senin, 29 November 1948, Presiden Sukarno mengeluarkan perintah. Sukarno menegaskan bahwa dalam menghadapi perundingan politik dengan Belanda, Republik mempunyai komitmen yang kuat terhadap karakter nasional tentara Indonesia.
Sukarno mengingatkan, pemerintahan Republik masih sebagai pemerintahan nasional. Tentara Republik juga masih tentara nasional. Pada saat itu, banyak anggota tentara yang bergabung dengan PKI melakukan pemberontakan di Madiun.
Oohya! Baca juga ya: Menyambut Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XII, Mengingat Kembali Protes 1.000 Guru di Aceh
Lalu Sukarno menyebut adanya permasalahan yang harus diatasi. Permasalahan itu menyangkut masa depan Republik Indonesia.
“Saat ini diperlukan tekad yang kuat dari pihak angkatan bersenjata, oleh karena itu tekad tersebut perlu dipertahankan guna melawan segala bentuk bimbingan dari luar, baik dalam bentuk rumor atau saran yang tidak berdasar, yang dapat membahayakan kesatuan tersebut,” kata Sukarno.
Maka, pada 30 November 1948, 1.200 orang komunis yang bersembunyi di Grobogan pun ditangkap.
Grobogan adalah wilayah pegunungan kapur. Tanahnya tandus. Grobogan menjadi tempat pembuangan anak Raja Majapahit Brawijaya V, yaitu Bondan Kejawan.
Pada masa awal sejarah Tanah Jawa, tercipta sumur-sumur berair asin yang menarik perhatian Gubernur Jenderal Hindia Belanda di kemudian hari. Apa yang membuatnya tertarik?
Pada awal sejarah Tanah Jawa, ada Kerajaan Medang Kamulan yang dipimpin Aji Saka. Kerajaan ini ada di Grobogan.
Menurut cerita legenda, Aji Saka memiliki anak bernama Jaka Linglung. Jaka Linglung menerima perintah dari Raja Aji Saka untuk melawan Buaya Putih di Laut Selatan.
Setelah berhasil mengalahkan Buaya Putih, ia segera pulang ke Medang Kamulan. Untuk mempercepat perjalanan, ia melalui jalur bawah tanah.
Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Dalam kegelapan ia tak bisa menentukan posisi Medang Kamulan secara tepat.
Ketika ia merasa sudah tiba di Medang Kamulan, ia segera naik ke permukaan, tetapi ternyata salah. Berkali-kali ia melakukan itu.
Oohya! Baca juga ya: Kemarau Panjang Petani Grobogan Masih Bisa Panen Jagung, Bupati Grobogan Pimpin Panen Raya
Bekas lubang kemunculannya menjadi sumur yang berair asin. Ada di Tawangharjo dan Bleduk Kuwu. Dari sumur-sumir inilah masyarakat Grobogan membuat garam di darat.
Maka, di masa penjajahan Belanda, sumur-sumur ini menarik perhatian Gubernur Jenderal Hindia-Belanda. Adalah Gubernur Jenderal A Tjarda van Starkenborgh Stachouwer yang mengunjungi Bleduk Kuwu pada 25 Juni 1941.
Grobogan menjadi meriah. Bendera Merah Putih Biru berkibar di banyak tempat untuk menyambut kedatangan Tjarda beserta istri.
Lebih dari 80 tahun kemudian, baru ada lagi pemimpin yang berkunjung ke Grobogan. Yaitu Presiden Jokowi, yang berkunjung pada 5 Januari 2022.
Jokowi mengunjungi SDN 3 Nglinduk di Desa Tlogotirto, Kecamatan Gabus. Sekitar 13 kilometer dari Bleduk Kuwu. Jokowi meninjau pelaksanaan vaksinasi.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
- De Locomotief, 30 November 1948, 2 Desember 1948
- Bataviaasch Nieuwsblad, 1 Juni 1941