Egek

Hadapi Perubahan Iklim Global, BMKG Punya Tower Pemantau Gas Rumah Kaca, untuk Apa?

BMKG meresmikan tower oemantau gas rumah kaca di Jambi. Kini BMKG memiliki enam lokasi pemantau untuk membantu upaya menahan laju perubahan iklim global.

Upaya menekan emisi gas rumah kaca terus dilakukan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus berupaya membantu upaya menekan emisi gas rumah kaca. Tujuannya untuk menahan laju perubahan iklim global.

Salah satunya dengan pembangunan tower gas rumah kaca (GRK) beserta pos pemantauan GRK di sejumlah wilayah di Indonesia. Langkah nyata ini juga sebagai bentuk dukungan BMKG untuk memberikan data yang lebih akurat dalam mewujudkan target Net Zero Emission tahun 2060.

Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, BMKG tengah mengembangkan program Global Greenhouse Gas Watch (G3W) dan Integrated Global Greenhouse Gas Information System (IG3IS) untuk membantu upaya menekan emisi dan serapan gas rumah kaca berdasarkan observasi dan sains terkini. “Implementasi kedua program tersebut diwujudkan melalui pembangunan tower untuk mengamati gas rumah kaca yang hasilnya akan dilakukan perhitungan melalui model kimia atmosfer," ungkap Dwikorita Karnawati dalam peresmian Tower GRK 100 Meter di Jambi, Kamis (18/7/2024).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Sejak Kapan Bakmi tak Selalu Mengandung Babi?

Peresmian Tower 100 meter Pemantauan GRK Terintegrasi yang berlokasi di Stasiun Klimatologi Jambi tersebut dihadiri secara daring oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. Turut hadir dalam acara tersebut Wakil Gubernur Jambi, Abdullah Sani, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dhewanthi, dan Direktur Lingkungan Hidup - Bappenas, Priyanto Rohmattullah.

Peluncuran Tower 100 meter Pemantauan GRK Terintegrasi di Jambi juga menjadi acara puncak dari rangkaian peringatan Hari Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Hari MKG) ke-77. Sekaligus juga sebagai kegiatan menyambut HUT ke-79 Republik Indonesia.

Program Global Greenhouse Gas Watch (G3W) dan Integrated Global Greenhouse Gas Information System (IG3IS) merupakan program yang dicetuskan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO). Tujuannya untuk memantau dan melaporkan konsentrasi dan flux gas rumah kaca secara global, yang dapat memberikan informasi komprehensif atas siklus GRK di atmosfer dan permukaan Bumi, agar prediksi masa depan iklim di Bumi dapat dilakukan dengan lebih baik lagi.

Menurut Dwikorita, fenomena perubahan iklim semakin mengkhawatirkan serta memicu dampak yang lebih luas. Hal itu terlihat dari berbagai peristiwa alam terkait iklim, dari suhu udara yang lebih panas, terganggunya siklus hidrologi, hingga maraknya bencana hidrometeorologi di berbagai belahan dunia. Maka dari itu, perlu upaya lebih dan konsisten dari seluruh negara untuk menahan laju perubahan iklim tersebut.

Dwikorita mengatakan, dalam Global Risks Perception Survey (GRPS) 2024 yang dirilis World Economic Forum, terungkap bahwa ancaman risiko yang paling dikhawatirkan responden adalah cuaca ekstrem yang berimbas pada ketidakpastian global. Cuaca ekstrem dianggap akan mengganggu rantai pasok barang dan sumber daya penting, makanan serta energi.

Kekhawatiran akan cuaca ekstrem ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kekhawatiran terhadap misinformasi dan disinformasi akibat artificial intelligence (AI). Lebih tinggi pula dari kekhawatiran terhadap polarisasi sosial dan politik, krisis biaya hidup, serangan siber, pelemahan ekonomi, dan sebagainya.

Oohya! Baca juga ya: 23 Santri Daqu Karawang Wakafkan Uang dan Lakukan Pengabdian Setahun

Fakta-fakta tentang tower 100 meter ini:

? Tower setinggi 100 meter di Stasiun Klimatologi Jambi, Provinsi Jambi, untuk pengukuran konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK).

? Tower tersebut dilengkapi sensor meteorologi yang berfungsi melakukan pengukuran di tiga titik ketinggian, yaitu masing-masing 30 meter, 70 meter, dan 100 meter.

? Hingga saat ini BMKG telah melakukan pemantauan GRK pada enam lokasi, yaitu:
- Tiga lokasi sebagai daerah background: Bukit Kototabang di Sumatera, Bariri di Sulawesi, Sorong di Papua;
- Dua lokasi sebagai daerah urban: BMKG Pusat di Jakarta, Cibeureum di Bogor;
- Satu lokasi sebagai wilayah terdampak karhutla: Muaro Jambi di Jambi.

? Tower tinggi 100 meter GRK BMKG tersebut adalah yang kedua setelah di Bukit Kototabang.

? Pengukuran GRK dari tower akan memberikan gambaran profil GRK pada ketinggian yang berbeda dan menjadi wujud kontribusi Indonesia pada umumnya, dan BMKG pada khususnya dalam program Global Greenhouse Gas Watch (G3W) dan Integrated Global Greenhouse Gas Information System (IG3IS).

? IG3IS yang diluncurkan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) pada 2018 untuk memberikan profil tren GRK secara menyeluruh dalam upaya mitigasi perubahan iklim global, dan G3W diluncurkan tahun 2024 untuk memberikan gambaran utuh siklus GRK di atmosfer dan permukaan Bumi.

Oohya! Baca juga ya: Kata Gus Dur pada 1987, Kelak Jadi Presiden dan Sarwono Menteri Kelautan

? Program G3W bertujuan untuk memberikan gambaran utuh siklus GRK di atmosfer dan permukaan Bumi, sehingga masa depan iklim di Bumi dapat diprediksikan lebih baik.

? Sedangkan peningkatan kapasitas pemantauan GRK melalui IG3IS dapat digunakan lebih lanjut dalam mengembangkan pemodelan untuk estimasi emisi GRK sebagai informasi komplementer inventarisasi GRK nasional, utamanya untuk estimasi global stocktake yang mewujudkan salah satu target dari Kesepakatan Paris di tahun 2030.

? Peran Tower 100 meter Jambi di program IG3IS dalam melakukan kegiatan mitigasi perubahan iklim antara lain:
- Sistem informasi Iklim dan GRK dalam mendukung Indonesian Carbon Accounting System.
- Sistem informasi fire danger rating system untuk pencegahan kebakaran hutan.
- Sistem informasi peringatan dini iklim ekstrem (climate early warning system) untuk pencegahan bencana seperti kebakaran hutan akibat kemarau panjang, manajemen sumber daya air bagi energi dan pengurangan risiko kecelakaan transportasi.
- Sistem informasi kualitas udara nasional seperti informasi deposisi hujan asam dan deteksi partikulat asap kebakaran hutan (online).
- Sistem informasi emisi kebakaran hutan Indonesia.
- Penyusunan peta energi terbarukan bersumber dari tenaga angin dan matahari.

(pry)