Egek

Mengapa Masyarakat Dayak Meratus Menyimpan Gabah Hingga Belasan Tahun? Ini Jawabannya

Lulung dari kulit kayu damar di lumbung padi masyarakat Dayak Meratus.
Lulung dari kulit kayu damar di lumbung padi masyarakat Dayak Meratus.

Masyarakat Dayak Meratus menyimpan gabah hingga belasan tahun agar tidak kelaparan.

Di Pegunungan Meratus, saya melihat lumbung padi masyarakat Dayak Meratus. Mereka pantang menjual padi. Padi terlama yang masih ada di lumbung itu mencapai umur 15 tahun. Untuk makan sehari-hari, padi terlama itulah yang mereka masak. Mereka menikmati padi baru hanya di saat upacara adat menyambut panen.

Di lumbung, biasanya disediakan beberapa lulung—wadah setinggi sekitar 115 cm dengan diameter sekitar 1,5-2,5 meter terbuat dari kulit kayu damar. Di lulung itu padi disimpan. Satu lulung bisa menampung 600 gantang (3.000 liter) gabah kering. Jauh lebih dari cukup untuk kebutuhan selama setahun. Mereka mengenal kata gabah dari orang Garut yang didatangkan ke Meratus untuk membangun WC di tahun 1980-an.

Lulung yang terbuat dari kulit kayu damar, menurut warga, membuat suhu udara yang menerpa gabah tetap stabil pada siang dan malam. Hal itu membuat gabah yang disimpan di lulung bisa bertahan lama. Garam yang ditaburkan di atas gabah, menurut mereka, juga membuat gabah tahan lama. Di acara aruh babuat banih, yaitu upacara tradisi memindahkan gabah kering ke dalam lulung, selalu ada penaburan garam ke atas gabah. Warga Dayak Meratus memilih menyimpan padi berlama-lama daripada menjualnya. Mereka pernah mengalami kesulitan akibat menjual padi. Pengalaman kekurangan padi di saat kemarau panjang mendera membuat mereka kembali ke nasihat leluhur; tidak menjual padi sejak 1990-an. Maka, ketika kemarau panjang terjadi lagi pada tahun 1997, mereka masih mempunyai persediaan padi yang cukup.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sehari-hari mereka akan memakan nasi dari gabah yang terlama disimpan. Nasi dari gabah yang baru dipanen hanya dinikmati di acara-acara aruh ganal, yaitu acara syukuran panen.

Gabah-gabah lama itu ketika digiling, pecah berasnya. Nasinya pun menjadi kuning. Tidak seperti nasi dari padi hasil panen terbaru, yang putih dan pulen. Mereka tanam padi lokal di lahan kering, yang usianya enam bulan untuk bisa dipanen. Ada 26 jenis padi lokal yang mereka punya.

Priyantono Oemar

Berita Terkait

Image

Grobogan Paceklik, Beredar Surat Provokasi Lawan Orang Eropa