Lincak

Ini yang Bikin Orang Sebut Sin Po Pelopori Sebutan Indonesia

Direktur Sin Po Ang Yan Goan menyebut Sin Po sebagai pelopor penggunaan sebutan Indonesia untuk menggantikan Hindia Belanda. Banyak penulis lalu memakainya sebagai rujukan untuk tulisan-tulisan mereka. Benarkah klaim itu? Sumber: priyantono oemar

Oleh Priyantono Oemar, Bergiat di Komunitas Jejak Republik

Beberapa penulis memakai Memoir Ang Yan Goan sebagai rujukan untuk menyebut Sin Po memelopori sebutan Indonesia untuk menggantikan Hindia Belanda. Namun, akankah kita 100 persen percaya apa yang diungkapkan oleh mantan direktur Sin Po sejak 1925 itu, tanpa mengecek koran-koran lain?

Ada kesan narsistik dalam penjelasan Ang Yan Goan --yang korannya ditutup Soeharto karena dianggap terindikasi G30S/PKI sebelum akhirnya ia beremigrasi ke Kanada pada 1967-- untuk menegaskan bahwa Sin Po memiliki peran dalam mendukung pergerakan nasional Indonesia. Ia, misalnya, menyatakan orang Indonesia sudah memiliki koran tapi kebanyakan tak peduli politik, sehingga banyak orang Indonesia mengirimkan tulisan tentang politik ke Sin Po, tapi ia tak menyebutkan periode tahunnya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ia juga menyebut Sin Po memelopori penggunaan istilah Indonesia menggantikan Hindia Belanda dan penggunaan orang/bangsa Indonesia menggantikan inlander, lalu diikuti oleh penulis Indonesia menggunakan sebutan Tiongkok dan Tionghoa untuk menggantikan Cina. Lagi-lagi tak menyebutkan tahunnya, selain hanya menyebut pada tahun 1920-an.

Ang Yan Goan lalu menyebut Sin Po memiliki wartawan yang paling aktif, yaitu WR Supratman. Namun, ia menyebutnya sebagai wartawan tahun 1930-an, yang menggubah lagu “Indonesia Raya” pada awal dekade 1930-an.

WR Supratman, kata Ang Yan Goan, ingin menyebarkan lagu itu. Namun, lanjut Ang Yan Goan, tidak seorang pun bersedia menerbitannya.

“Suatu sore, Supratman datang ke kantorku, dia memperlihatkan su=yair lagunya, dan menyanyikan lagu itu dengan suara lembut diiringi permainan biola. Dia menanyakan pendapatku terhadap lagu tersebut,” kata Ang Yan Goan.

Ang Yan Goan saat itu menjadi direktur Sin Po. Sedangkan pemimpin redaksinya adalah Kwee Kek Beng.

“Aku berkata, bahwa musiknya bagus, biarpun tidak bercorak langgam Indonesia. Syairnya menggugah hati, terutama bait ‘Marilah kita berseru, Indonesia bersatu’. Ia bertanya apakah mungkin dimuat di Sin Po,” lanjut Ang Yan Goan.

Apa respons Ang Yan Goan? Apakah ia mengabulkan permintaan Supratman?

“Aku berpikir sejenak, aku menyatakan tidak keberatan memuatnya, tapi keputusan harus ditetapkan oleh dewan redaksi,” lanjut Ang Yan Goan.

Lagu itu, menurut Ang Yan Goan, akhirnya dimuat di mingguan Sin Po. “Hal ini mengejutkan sebagian pembaca kami, karena mereka berpendapat bahwa lagu ini seharusnya dimuat dahulu di koran terbitan orang Indonesia,” kata Ang Yan Goan.

Jika mereka berlangganan koran Persatoean Indonesia, tentu mereka tidak terkejut. Sebab lirik tiga stanza “Indonesia Raya” sudah dimuat di Persatoean Indonesia edisi 1 November 1928, dengan pengumuman akan menyertakan notnya di edisi berikutnya pada 15 Desember 1928.

Karena Sin Po sudah memuat lirik dan not “Indonesia Raya” pada edisi 10 November 1928, lalu menjual buku lagu “Indonesia Raya” seharga 20 sen, maka Persatoean Indonesia batal menerbitkan not “Indonesia Raya”. Koran milik PNI ini memilih untuk ikut menjual buku lagu “Indonesia Raya” yang dicetak oleh Sin Po.

Berita Terkait

Image

Koran Bahasa Melayu Sin Po Vs Keng Po, Berantem Dulu Bersaing Kemudian

Image

Sin Po, Nasionalisme Cina, dan Bahasa Melayu

Image

Meluruskan Kesalahpahaman tentang Sin Po

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

oohya.republika@gmail.com