Lincak

Sin Po, Nasionalisme Cina, dan Bahasa Melayu

Sin Po edisi perdana 1 Oktober 1910. Terbit di Batavia menggunakan bahasa Melayu untuk mendukung pergerakan nasionalisme Cina. Sumber: sin po jubileum nummer

Sven Hedin adalah pengelana dari Swedia. Sebagai geographer, pengelanaannya itu membuat dirinya bisa membuat peta jalur sutra kuno di Cina. Ia, seperti dikutip oleh Kwee Kek Beng, menyebut negeri Cina bagaikan mangkok yang luber ke segala arah.

Maka, di Amerika Serikat ada Chintatown, di Rusia ada Khitaigorod, di Jepang ada Nankingmaci, dan di Jawaada Pecinan, sebagai kampung-kampung yang berisi emigran Cina. Maka, di berbagai negara itu, muncul usaha cara-cara membendung luberan imigran dari mangkok Cina.

Tinggal jauh dari negerinya, mereka tetap kerkhidmat kepada Tanah Leluhur. Pun, ketika Kwee Kek Beng masih rajin menulis untuk Sin Po lalu bergabung dengan Sin Po pada 1922, tahu bahwa keberadaan Sin Po --baik yang menggunakan bahasa Melayu maupun bahasa Cina-- pun digunakan untuk mengajak orang-orang Cina di Indonesia mendukung gerakan nasionalisme Cina.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Situasi itu, menurut Kwee Kek Beng, lantas memunculkan anekdot, seperti yang dilontarkan oleh AE Johann: “Japan kirim barangnya, Tiongkok kirim orangnya”. Singapura disebut Kwee Kek Beng menjadi bukti nyata keunggulan ekpor manusia oleh Cina.

Kwee kek Beng semula adalah guru. Ia rajin menulis di Sin Po, dan honor sebulan yang ia peroleh dari Sin Po melebihi gajinya sebagai guru.

Berkali-kali ia dibujuk untuk menjadi wartawan Sin Po, ia menolaknya kendati dijanjikan gaji dua kali lipat. Namun akhirnya ia luluh juga, mengabaikan nasihat sahabat-sahabatnya mengenai kehidupan wartawan.

Sebagi journalist kau berdiri dengan satoe kaki di pendjara dan dengan laen kaki di lobang koeboeran,” tulis Kwee Kek beng mengenai nasihat para sahabatnya, di buku Doea Poeloe Lima Tahon Sebagi Wartawan.

Saat WR Supratman bergabung dengan Sin Po, pemimpin redaksi Sin Po adalah Kwee Kek Beng. Supratman, menurut Kwee Kek Beng, membuat Sin Po bisa dekat dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia.

Namun, baru pada 1930-an Sin Po memuat tulisan-tulisan tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia. Hingga 1930-an itu, Sin Po masih tetap menjadi organ perjuangan nasionalisme Cina bagi orang-orang Cina di Indonesia.

Kwee Kek Beng menulis sebagai berikut:

Seperti diketahoei toean Tjoe boekan pendiri dari Sin Po, tapi ia boleh dikata ada hoofdredacteur pertama dari ini soerat kabar jang bikin Sin Po djadi terkenal dimana-mana dan jang tjiptaken apa jang blakangan orang namaken “aliran Sin Po” dan jang dengan setjara ringkes bisa diloekisken sebagi berikoet:

1. Bangsa Tionghoa haroes pegang tetap kebangsahannja dan djangan kasi dirinja dileboer dalem golongan laen jang mana poen. Djangan maoe djadi “hoan nah”, tapi poen djangan soedi djadi Blanda-Blandahan, maski dengan menjesel koedoe diakoe sabagihan besar dari orang Tionghoa seperti tjoema bersifat “Tjina-tjinahan!

2. Bangsa Tionghoa poen moesti berdaja boeat djadi rahajat Tiongkok tetap dan sebagi rahajat asing poen djadi tida perloe tjampoer oeroesan politiek di ini negri, tida perloe mempoenjai wakil di Volksraad dan demikian.

Jang paling oetama jalah rapetken perhoeboengan dengan Tiongkok jang bagoes djelek, lemah of koewat tetap djadi negri leloehoer kita, pada siapa poenja nasib, nasib kita poen melengket.

Kaloe Tiongkok tida dipandang mata, kita bangsa Tionghoa di seloeroeh doenia poen begitoe djoega. Sebaliknja kaloe Tiongkok koersnja naek, bangsa Tionghoa poenja koers poen teroes naek tida perdoeli ia berdiam di mana.

Berita Terkait

Image

Meluruskan Kesalahpahaman tentang Sin Po

Image

Selain Budak Negro, Apa Saja Upeti Jawa ke Cina?

Image

Sebelum Nabi Muhammad Wafat, Jawa Sudah Kirim Upeti ke Cina

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

oohya.republika@gmail.com