Pemuda Angkatan 1928 Itu Ketika Bercanda Ternyata Ngejengkelin Juga Seperti Kita
Muh Yamin, Amir Syarifuddin, Abu Hanifah, Assaat adalah mahasiswa senior yang ngekos di Kramat. Tempat kos itu sekarang dijadikan sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Dulu diberi nama Indonesisch Clubgebouw. Pada 1928 mereka terlibat dalam Kongres Pemuda yang diadakan di rumah kos itu.
Oohya! Baca juga ya:
Dua Presiden Ini Dianggap Sebagai Ratu Adil
2 Mei 1926, Muh Yamin Marah karena Tabrani Menolak Usulan Bahasa Melayu Sebagai Bahasa Persatuan
Anekdot Bung Hatta, Apakah Tuan Memeluk Agama Islam?
Anekdot Haji Agus Salim, Nabi Adam dan Siti Hawa Punya Pusar Tidak?
Muh Yamin di kemudian hari menjadi menteri pendidikan, Amir menjadi perdana menteri, Abu Hanifah menjadi menteri pendidikan, Assaat menjadi presiden Indonesia ketika Sukarno menjadi presiden RIS. Mereka adalah mahasiswa krits pada masanya. Di tempat kos itu mereka sering berdiskusi, berdebat, mengenai persoalan Indonesia yang masih dijajah Belanda. Berdebat dengan teori-teori pelik. Sukarno, Sartono, Sunario, sesekali juga terlihat mampir ke tempat kos ini.
Mahasiswa yang sedang santai di teras depan bahkan sering ikut terlibat diskusi mereka, ketika diskusi berjalan sengit. Mereka tarik kursi dari depan untuk ikut gabung di tempat dikusi di belakang.
Diskusi biasa sampai larut malam. Jika sudah lelah berdiskusi, mereka akan saweran membeli kopi atau satai, atau sotong. Belinya di Pasar Senen, tak jauh dari Kramat. Tema diskusi beralih dari yang berat menjadi yang ringan. Soal cerita muda-mudi.
Jika masa ujian datang, biasanya sepi diskusi. Masing-masing sibuk belajar di kamar. Kalaupun ada kesibukan, paling dari mereka yang sedang menghilangkan penat, bermain biliar atau kartu bridge. Nah, Amir punya kebiasaan setiap pukul 00.00. Ia akan menggesek biola, membawakan lagu-lagu Schubert atau lagu-lagu yang sentimentil. Abu Hanifah pun tak bisa diam. Dia ambil biola juga lalu memainkan lagu yang sama.
Berisik tengah malam, membuat Yamin harus teriak dari kamarnya. Ia sedang mengejar tenggat waktu menyelesaikan tugas menerjemahkan karya Rabindranath Tagore, karena harus segera masuk ke Balai Pustaka. Namun, Amir bukannya menyudahi gesekan biolanya. Ia makin menjadi-jadi, sehingga membuat Yamin jengkel, hingga Yamin terus-terusan berteriak. Maka Amir dan Abu Hanifah pun terbahak-bahak. Tapi kemudian menyudahi permainan biola dini hari itu.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
“Revolusi Memakan Anak Sendiri: Tragedi Amir Syarifuddin” karya Abu Hanifah dalam Manusia dalam Kemelut Sejarah.