Naskah Proklamasi Kemerdekaan tak Mengakomodasi Keinginan Sjahrir dan Para Pemuda
![Naskah proklamasi tulisan Sukarno di Arsip Nasional Republik Indonesia. Ada beberapa coretan untuk frasa yang kurang tepat, diganti dengan frasa yang tepat. Naskah ini berbeda jauh dengan naskah proklamasi yang dibuat Sjahrir dan para pemuda (foto: antara/republika](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/cxw93wcnvh.jpg)
Sjahrir dan para pemuda tak setuju naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disusun bersama pihak Jepang. Itu sebabnya, pada saat penyusunan naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda, Sjahrir enggan hadir kendati sudah dijemput oleh Sukarni –pemuda yang menculik Sukarno-Hatta.
Oohya! Baca juga ya:
Tolak Naskah Proklamasi yang Disusun di Rumah Maeda, Sukarni Ajukan Naskah yang Disusun Sjahrir Dkk
Makna Frasa-Frasa di Naskah Proklamasi Kemerdekaan Menurut Intel Jepang
Sjahrir jengkel dengan Sukarno, sehingga ia meminta Sukarni dan Chaerul Saleh yang mewakili hadir di rumah Maeda. Pada mulanya, setelah mendengar berita Radio BBC mengenai Jepang yang menyerah pada 14 AGustus 1945, Sjahrir menemui Sukarno yang baru pulang dari Dallat Vietnam bertemu pangilam tertinggi tentara Jepang di Asia. Ia meminta Sukarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Sukarno berjanji akan melakukannya pada 15 Agustus 1945.
Tapi hingga 15 AGustus 1945malam, Janji Sukarno tak ditepati, sehingga Sjahrir meminta para pemuda untuk melakukan pemberontakan merebut kekuasaan dari Jepang pada 16 Agustus 1945. Pada 13 Agustus 1945, Sjahrir bersama SUkarni dan kawan-kawan sudah menyusun naskah proklamasi yang isinya, selain pernyataan kemerdekaan, juga kesiapan merebut kekuasaan dari Jepang.
Begini bunyinya:
Bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Segala badan-badan pemerintahan yang ada harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya.
Para pemuda yang mengamini Sjahrir memandang, rakyat Indonesialah yang berhak memerdekakan dirinya, bukan Jeoang atau pembesar Jepang. Karena itu, kekuasaan itu harus segera direbut. Sjahrir tak mau proklamasi sebagai hasil akal-akalan Jepang.
Sukarno-Hatta kurang cocok dengan naskah ini, karena ini bisa membuat Jepang melakukan hal-hal yang bisa merugikan bangsa Indonesia, seperti mendukung Sekutu. Di rumah Maeda, naskah proklamasi disusun dengn diskusi yang seksama agar Jepang tidak malah memunggungi Indonesia. Maka, ada frasa-frasa yang dicoret, diganti dengan frasa yang tepat, sehingga tidak ada peluang Indonesia-Jepang behadap-hadapan dalam konflik yang merugikan Indonesia.
Kata Hatta:
Revolusi hanya dapat dicapai dengan kekuatan, tetapi kekuatan Indonesia masih belum memadai. Selain itu, musuh-musuh nyata orang Indonesia yang harus dihadapi bukanlah tentara Jepang yang kehilangan kewenangannya untuk menjalankan kekuasaan, tetapi Belanda, yang sedang mempersiapkan untuk menekan rakyat Indonesia lagi.
Frasa “perebutan kekuasaan” yang senada dengan keinginan Sjahrir dan para pemuda atau “penyerahan kekuasan” diganti dengan “pemindahan kekuasaan”. Kata “diusahakan” diganti dengan “diselenggarakan”. Frasa “pemindahan kekuasaan” dijadikan sebagai terjemahan dari gyoseiken no iten. Arti literalnya: pemindahan pengawasan administratif. Sedangkan frasa “penyerahan kekuasaan” dalam bahasa Jepang: shuken no joto. Frasa “pemindahan kekuasaan” secara tersamar bisa diartikan juga sebagai pemindahan kekuasaan politik.
Sedangkan frasa “dengan cara seksama” ditafsirkan sebagai tanpa melibatkan tindakan para pemuda –yang ingin melakukan pemberontakan pada 16 Agustus 1945. Terakhir, frasa “dalam tempo sesingkat-singkatnya” diartikan sebagai dilakukan sebelum Sekutu mendarat.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Jejak Intel Jepang karya Wenri Wanhar.
Riwayat Proklamasi Agustus 1945 karya Adam Malik
Sjahrir, Peran Besar Bung Kecil hasil sunting Arif Zulkifli dkk
![Image](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/profile/thumbs/2dcba3833a408c306a7f37165f038a2a.jpeg)