Tolak Naskah Proklamasi yang Disusun di Rumah Maeda, Sukarni Ajukan Naskah yang Disusun Sjahrir Dkk

Para pemuda menolak naskah proklamasi yang disusun Sukanro-Hatta dan pihak Jepang di rumah Laksamana Maeda. Sukarni lantas membacakan naskah proklamasi yang disusun Sjahrir bersama Sukarni dan para pemuda/mahasiswa pada 13 Agustus 1945. Naskah ini adalah naskah yang telah dibacakan di Cirebon pada 15 Agustus 1945.
Oohya! Baca juga ya:
Makna Frasa-Frasa di Naskah Proklamasi Kemerdekaan Menurut Intel Jepang
Informasi Apa yang Disebar Para Pemuda Penculik Sukarno-Hatta Menjelang Proklamasi Kemerdekaan?
Tanpa Persiapan, Siapa yang Siapkan Bambu untuk Pengerekan Bendera pada Proklamasi Kemerdekaan?
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Cirebon adalah “kecelakaan”. Orang-orang sudah berkumpul, tak mungkin disuruh pulang. Dokter Soedarsono membacakan naskah proklamasi yang disusun Sjahrir bersama pemuda/mahasiswa: Sukarni, Chaerul Saleh, Eri Sudewo, Johan Nur dan Abu Bakar Lubis.
Pada 14 Agustus 1945, sepulang Sukarno-Hatta dari Dallat, Vietnam, Sjahrir menemui Sukarno. Ia meminta Sukarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan. Menurut Sjahrir, jika proklamasi dilakukan setelah tanggal 15 Agustus 1945, akan dianggap sebagai kesepakatan Sukarno-Hatta dengan Marsekal Terauchi, panglima tertinggi tentara Jeoang di Asia, saat mereka bertemu di Dallat.
Sukarno berjanji akan melakukannya pada 15 Agustus 1945. Tapi rupanya, Sukarno tak menepati janjinya. Batalnya proklamasi pada 15 Agustus 1945 tak diinformasikan ke Cirebon.
Teks proklamasi yang dibaca Soedarsono berbunyi:
Bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Segala badan-badan pemerintahan yang ada harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya.
Sjahrir menyebut teks proklamasi ini bukan berarti anti-Jepang atau anti-Belanda. Teks ini menggambarkan penderitaan rakyat Indonesia di tangan Jepang, dan tak mau diserahkan kepada pemerintah kolonial lain setelah Jepang menyerah pada 14 Agustus 1945.
Naskah proklamasi versi Sjahrir dan kawan-kawan itu pada 17 Agustus 1945 dini hari ditolak Sukarno-Hatta. Sementara, Sukarni dan Chaerul Saleh juga bersikeras menolak naskah proklamasi yang disusun dengan melibatkan Jepang.
Chaerul Saleh berkata:
Kami tidak mau dibawa-bawa segala badan-badan yang berbau Jepang seperti Badan Persiapan, dan kami tidak suka jika orang-orang yang tidak ada usahanya dalam hal itu ikut campur, sebab nanti mungkin proklamasi ini mundur-mundur lagi.
Pada hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Auustus 1945 tak terlihat wajah Sjahrir, Sukarni, dan Chaerul Saleh di halaman rumah di Pegangsaan Timur 56.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Mahasiswa ’45 Prapatan-10: Pengabdiannya karya Soejono Martosewojo (1984)
Riwayat Proklamasi Agustus 1945 karya Adam Malik (1975)
Sjahrir, Peran Besar Bung Kecil karya sunting Arif Zulkifli dkk (2017)
