Pojok Lincak, Membaca Nasib Anies Baswedan, Sandiaga Uno, dan Agus Harimurti di Pilpres 2024
Pojok Lincak
Ketika Megawati kalah dalam Pilpres 2004, selama 10 tahun PDIP menjadi oposisi. Tapi, untuk kembali merebut kekuasaan dengan mencalonkan Jokowi, perlu tokoh-tokoh lain untuk keras membujuknya agar Jokowi dicalonkan.
Megawati harus legowo untuk tidak memajukan dirinya sendiri menjadi capres pada Pilpres 2014. Ada lho tokoh lain yang terus-menerus menjadi capres mewakili partai yang didirikannya. Lalu, ketika PDIP berkuasa, Partai Demokrat yang pernah berkuasa 10 tahun, kemudian menjadi oposisi selama 10 tahun sejak 2014.
Bang Lawi mencermati, di luar PDIP dan Demokrat, partai-partai yang ada sangat lentur dalam urusan memajukan capres. Ada yang ngotot mencapreskan ketua umumnya, tapi itu hanya gimmick politik, biar terlihat seolah-olah memiliki capres sendiri –kendati hasil surveinya sangat rendah. Gimmick politik? Biar tidak ketahuan public bahwa sebenarnya ia ada dalam barisan yang bersiap-siap mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres bersama.
Lalu bagaimana dengan Demokrat? Kader-kadernya ngotot agar ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono. yang pangkat terakhirnya di militer hanya mayor yunior, menjadi wacapresnya Anies Baswedan. Mayor yunior tentu belum memiliki pengalaman panjang dalam memimpin. Jabatan tertinggi mayor adalah komandan batalion, yang isinya cuma 800-1.000 prajurit.
Ia memiliki modal politik dengan basis massa Demokrat, tetapi ia tidak memiliki modal sosial yang memadai. Dengan gayanya yang sok jaim, ia tidak memiliki keluwesan sebagai pribadi, seperti Ganjar atau Anies. Ganjar dan Anies sama-sama memiliki modal sosial, gayanya juga luwes. Maka, menjadi sulit bagi koalisi jika Demokrat memaksakan diri menjadikan ketumnya sebagai cawapres. Kalaupun dijadikan capres dan terpilih, dengan gayanya yang sok jaim, pasti urusannya akan lebih banyak pada acara-acara formal protokoler. Tak akan maksimal bekerja sebagai wapres.
Prabowo-Sandi dari Gerindra, menjadi pasangan kuat pesaing Jokowi pada Pilpres 2019. Mereka berdua kemudian bergabung dalam kabinet Jokowi sebagai menteri dari Gerindra. Bergabungnya Gerindra di pemerintahan bisa dilihat sebagai upaya menghapus friksi yang muncul di masyarakat selama pilpres. Tapi itu tidak behasil. Friksi tetap ada.
Kadrun yang dulu disematkan kepada Prabowo-Sandi dan pendukungnya, sekarang disematkan kepada Anies dan pendukungnya. Jasa Anies sebagai ketua tim pemenangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014 hilang dihempaskan angin. Sebagai penyandang Kadrun Baru, ada gelombang besar yang ingin mengenyahkannya.
Lalu ada apa tiba-tiba Sandi keluar dari Gerindra dan bergabung ke PPP yang telah mendukung Ganjar? Disiapkan sebagai cawapresnya Ganjar? Bagaimana dengan Erick Thohir yang sejak awal disiapkan sebagai cawapresnya Ganjar? Begitu Ganjar dicapreskan oleh PDIP, PAN pun bru-buru menawarkan Erick ke PDIP.
Bang Lawi harus mencermatinya lebih dalam lagi.
Bang Lawi