Putri Ariani Hidup di Indonesia yang Masyarakatnya Sedang tidak Baik-Baik Saja
Ada yang sedang tidak baik-baik saja di Indonesia. Ketika Putri Ariani yang berjilbab mendapat golden buzzer dari Simon Cowell di America's Got Talent, ada orang Indonesia yang berkomentar miring.
Orang pertama, dalam komentarnya, dia berharap agar Putri segera menjadi orang Indonesia. Alasannya, jangan sampai orang Amerika menganggap pakaian yang dipakai Putri Ariani itulah pakaian orang Indonesia.
Orang kedua, dalam komentarnya, dia memuji Amerika, kendati Muslim Indonesia membenci Amerika, Amerika tetap memberi tempat Putri Ariani yang berjilbab tampil di AGT.
Lalu, ada yang bersaksi, dia membaca banyak komentar yang menyalahkan Indonesia karena tidak pernah memberi panggung kepada Putri Ariani. Tapi malah Amerika Serikat yang memberi panggung. Lalu ada lagi yang mengkhawatirkan masa depan Putri, karena Putri pernah diundang tampil menyanyi di acara Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Membaca komentar-komentar seperti itu, hal itu menunjukkan ada yang sedang tdak baik-baik saja di Indonesia. Hal pertama yang tidak baik-baik saja itu adalah penerimaan terhadap difabel. Ini diakui Putri sendiri. Sewaktu kecil, sebelum ia mengikuti Indonesia's Got Talent (IGT), ia sering mengikuti lomba ajang menyanyi. Ia menjadi satu-satunya difabel yang ikut lomba itu. Namun, juri-jurinya selalu mencari berbagai kesalahan: mulai dari mengomentari penampilannya, gayanya, bajunya. Sehingga ia tidak pernah menjadi juara.
Setelah ia menjuarai IGT pada 2014, ketika lomba yang pernah ia ikuti itu diadakan lagi, ia diumumkan sebagai juara. Padahal ia tidak ikut lomba saat itu. Selidik punya selidik, ternyata pada lomba itu ada juga difabel yang ikut lomba, lalu dianggap sebagai Putri Ariani. Dalam sebuah wawancara, Ibu Putri, Reni, mengajak para orang tua agar tidak menyembunyikan anaknya yang difabel. Harus berani mengajak anaknya ke dunia luar rumah.
Di usia dini, Putri sudah dimasukkan ke taman kanak-kanak internasional di Riau, lalu di usia SD masuk seklah luar biasa. Lantaran di Riau tidak ada SLB khusus tuna netra, Putri la;u disekolahkan di Yogyakarta. Di sinilah Putri belajar membaca dan menulis dengan huruf Braile.
Ia pun mampu membaca Alquran dalam huruf Braille. Suaraya sangat bagus. Meski fasih membaca ayat-ayat Quran, hingga di usia SMP, Putri belum mengenakan jilbab. Baru baru mengenakan jilbab pada 2021.
Saat SMP, Putri juga masih merasakan diskriminasi. Tak ada teman yang mengajaknya bermain, sehingga ia tidak mau masuk sekolah. Namun, karena ia memiliki cita-cita bisa asekolah musik di Amerika Serikat, ia harus bisa bahasa Inggris, maka ia masuk SMP internasional di Yogyakarta. Lulus SMP, ia masuk ke Sekolah Menengah Musik. Sekolah ini menekankan karakter siswa.
Putri berjuang melawan diskriminasi dengan semangatnya. Saat di bangku SMP ia menjadi duta Ruang Guru, meraih penghargaan dari Kemendikbudristek, menyanyi di pembukaan Asian Para Games 2018 di Jakarta. Hingga akhirnya ia mendapatkan apresiasi yang sangat luar biasa setelah mendapat golden buzzer di AGT.
Ia tumbuh di alam Indonesia yang masyarakatnya sedang tidak baik-baik saja.
Priyantono Oemar