Lebaran, Rakyat dan Pemerintah Apakah Juga Harus Saling Memaafkan?
Koran Pemandangan edisi 19 Januari 1934 memuat foto dengan judul “Sembahjang Lebaran”. Keterangannya:
Pada hari Rebo jbl., jaitoe hari lebaran, oentoek pertama kali beriboe orang kaoem Moeslimin dikota Djakarta ini mengadakan sembahjang Aidilfitri ditanah lapang K.B.I. di Struiswijkstraat (Gang Tengah).
Disini Nampak orang sedang membatja choetbah jang sebagian besar dibahasa Melajoekan. Dengan diperkoeat poela soeara oleh perkakas “luidspreker”.
Di dalam berita berjudul “Lebaran di Djakarta” di edisi yang sama, disebutkan, sembahyang di Gang Tengah, Kramat, diikuti lebih dari 1.000 orang. Dibandingkan dengan jumlah Muslim di Jakarta, seribu orang yang ikut Shalat Id di tanah lapang itu tentu sangat sedikit. Tapi, itu dimaklumi karena tidak semua mengetahui adanya shalat Id di tanah lapang itu.
Untuk bisa mengadakan Shalat Id di tanah lapang di belakang Stasiun Kramat itu, izin diajukan setiap tahunnya. Setiap tahun pula ditolak dan baru dikabulkan untuk “Sembahjang Lebaran” di tanah lapang itu pada 1934.
Di edisi 16 Januari 1934, pemimpin redaksi Pemandangan, Saeroen, menuliskan pandangannya mengenai tradisi saling memaafkan di kala Lebaran:
Pada tia-tiap hari Lebaran, orang berpakaian jang paling bagoes, kebanjakan jang paling baroe, oentoek saling koendjoengi satoe sama lain. Toedjoean itoe koendjoengan jalah oentoek sesalaman, menghilangkan dan mema’afkan kedosa’an, satoe sama lain jang diperboeat selama 12 boelan jang laloe, dari sehabis Lebaran ke Lebaran lagi.
Menjalani Lebaran, kata Saeroen, orang sudah memakai kaca muka yang baru. Semua salah paham dan sakit hati telah hilang. Yang ada adalah memberi tempat saling mengerti, saling menghargai, saling memaafkan, dan saling mengekalkan ikatan yang pernah rengggang.
Lalu, Saeroen sampai pada pertanyaan utama dari tulisannya:
Apakah dihari Lebaran ini djoega akan dilakoekan saling ma’afkan anrata rakjat dan pemerintah?
Rakjat diwaktoe paling belakang ini merasa banjak dikenakan atoeran jang bertentangan dengan kemaoeannja. Memang, adasifat jang sangat berbedaan satoe sama lain seperti boemi dan langit. Pemerintah piker haroes bersikap keras soepaja bisa toendoekkan perkoempoelan-perkoempoelan di sini. Rakjat merasa perloe berkoempoel oentoek didik pengetahoean orang banjak. Jang satoe maoe hilangkan perkoempoelan jang lain maoe memadjoekan!
Bagaimana dengan hubungan rakyat dan pemerintah saat ini?
Priyantono Oemar